Langsung ke konten utama

Tulisan Manusia Berusia 20 tahun, Perihal Kedewasaan

Dewasa. Sebuah kata yang sejuk terdengar di telinga. Siapa yang tidak ingin menjadi dewasa? Bukan hanya dewasa secara fisik, tetapi juga psikis. Menjadi dewasa, berarti kita telah mampu mengakulturasikan logika dan sanubari. Apa yang ada di otak kita akan dialirkan menuju hati, begitulah sebaliknya. 
Menangis dengan dewasa. 
Bersedih dengan dewasa.
Melangkah dengan dewasa.
Bertutur dengan dewasa. 
Marah dengan dewasa. 
Berjalan dengan dewasa.
Berpikir dengan dewasa. 
Dan masih banyak aplikasi sebuah kedewasaan dalam tradisi tata laku dan tata wicara orang perorang. 

Seseorang dengan kadar kedewasaan tinggi, tak jarang menjadi sosok inspirator dan sumber kekaguman sesama. Sebaliknya, seseorang dengan kadar kedewasaan yang jauh di bawah usia fisiknya, lebih banyak hanya menjadi sorotan pandang yang cenderung negatif, bahkan hanya dilihat sekilas karena hanya dipandang sebelah mata. Memang tidak ada aturan ataupun konvensi yang mengharuskan seseorang menjadi dewasa (dalam hal psikis). Tetapi, apakah kita hanya akan menjadikan kedewasaa hanya sebagai wacana tanpa aplikasi? Kedewasaan tidak melulu disandang orang yang pendiam. Orang yang banyak kata (baca:cerewet) juga bisa menyandang "gelar" ini. Hmm... Indahnya berteman dengan kedewasaan. Berteman dengannya membuat hidup lebih bisa dinikmati. Karena kedewasaan hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang telah mampu meresapi makna hidup. Hidup terasa indah, bila kita bisa berteman dengan kata sakti ini. Eits salah, bukan kata, tetapi sifat. Karakter. Ciri khas. Yang bisa menentukan hal apa yang akan dilakukan oleh seseorang. Semakin ingin menambah kadar kedewasaan. Sampai tua. Sampai bertemu Tuhan nanti. Kan kukumpulkan poin-poin kedewasaan dan kumasukkan dalam kantong-kantong kehidupanku. Semoga kantong kehidupanku kan bisa terisi penuh olehnya. 
^amiin^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Banyak Ditentang, Sebenarnya Childfree Itu Sebuah Ancaman Atau Ketidaksiapan Atas Perbedaan?

Ada netizen yang upload foto anaknya 24/7, society fine-fine saja. Namun, ketika ada seorang netizen upload pendapat pribadi, di lapak sendiri, testimoni pribadi pula, dianggap sebagai ancaman. Yakni seseorang yang memilih Childfree!!! Padahal kalau dipikir-pikir,  manusia itu makhluk dinamis. Apa yang dipikirkan detik ini, belum tentu lima menit berikutnya masih disepakati. Manusia itu makhluk terlabil sedunia, Beb. 😁 No offens, ya Ges ya. Ak cuma menyoroti kenapa kita enggak siap menerima perbedaan. Soal perlakuan bar-bar Gitasav juga, pernah enggak kalian riset atau apa, ya, istilahnya, merenung #halah kenapa seorang Gitasav bisa sebrutal itu ke netizen? Lelahkah ida? Karena jauuuuh sebelum masalah childfree, ada soal ‘stunting’ juga yang dia sebut, dia juga sudah sering diserang dan dikata-katain. Hehe Istilahnya, ojo jiwit yen ora gelem dijiwit. Pas Gitasav nyerang balik, eh, netijen baper ✌️🫢🏻 Eh, ini saya bukan lagi membela ea. Cuma mencoba melihat dari 2 sisi. Soalny...

KENAPA ORANG LEBIH SUKA NGASIH NASIHAT KETIMBANG SEMANGAT?

 Netijen: Lebay banget sih, gitu aja distatusin? Lo kere ya? Sampai ga bisa makan? Me: Anjay. πŸ˜‚ Cara tiap orang mengelola emosi, cara orang menghadapi masalah diri, cara orang untuk 'ngomong' itu beda-beda keleus. Kalau kamu tipe penyabar, tipe diem doang saat dihadapkan sama masalah yang sama kaya saya, ya monggo. Dipersilakan. Saya malah salut. Karena orang sabar disayang Tuhan. Saya punya cara sendiri. Urusan ga sabar, urusan ga disayang Tuhan, itukan hak prerogatif Tuhan.  Kasus beda perlakuan, beda cara memperlakukan warga, tetangga, itu udah jadi persoalan klasik di setiap masyarakat. Hambok deloken chat di WhatsApp ku. Isine wong do curhat. Cuma mereka orangnya sabar, jadi diem aja.  Saya ga masalah kok engga dapat beras, engga dapat sembako, saya punya duit. Alhamdulilah.  Yang jadi masalah adalah ... beda perlakuan. Kenapa harus membeda-bedakan? Berarti kasus ada tetangga mati sampai berhari-hari itu karena kasus kaya gini? Alhamdulillahnya, kemarin Pak RT ...

AWE SAMBAT #4

  Tuhan, pengen nabung nih. Banyak yang pengen saya lakukan. Butuh banyak uang. Boleh minta kerjaan? Tuhan pun ngasih kerjaan. . . Orang sukses: Alhamdulillah, ada kerjaan. Kerja kerja kerja! Selesai. Me: Alhamdulillah, ada kerjaan. Tapi, nanti aja deh. Lagi mager. Besoknya. DL masih lama. Ntar aja. Besoknya lagi. Ntar aja pas mepet DL. Pas udah DL. Ya ampun, gimana nih? Ak kudu mulai dari mana? *** Kaya gitu kok suka ngeluh hidup "cuma gitu-gitu aja". Flat. Monoton. Ya emang kamunya (kamu, We) ga ada aksi. Ga mau berubah. Udah gitu masih bisa senyam-senyum pula. Gila!