Langsung ke konten utama

Jika Aku Menjadi Kamu

Sebuah perenungan kala perjalanan pulang tadi. Sambil konsentrasi membawa motor, terbesit sebuah pemikiran: "Kok bisa ya di dunia ini ada orang sebaik dia. Kok bisa ya di dunia ini ada orang selicik dia, sesombong dia, sealim dia, dan se-se- lainnya." Pemikiran yang tak lama kemudian mendapat tanggapan oleh pemikiran lainnya. Manusia itu hidup di dunia modalnya satu: sama-sama tidak punya modal. Jadi, dilihat dari segi fitrahya, semua manusia itu sama. Awal mulanya tak beda, suci, fitri, dan bening bak embun yang menetes di pagi buta. Bak kertas putih yang belum tertancap noda.

Begitulah, sejatinya semua manusia itu baik. Sejatinya semua manusia itu suci. Putih. Bening. Tanpa keruh.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa dengan modal yang sama, nyatanya mampu menciptakan manusia yang berbeda-beda sifatnya?
#ahaa kata hati dengan girangnya.

Yang membedakan manusia satu dengan lainnya ada pengalaman hidup. Semua manusia punya kisah masing-masing. Alur hidup yang dilalui juga tak sama. Mungkin ada yang mirip, tapi tetaplah tidak mungkin sama persis. Pengalaman-pengalaman hidup masing-masing pribadi itulah yang mencetak dan pada akhirnya membentuk karakter. 

Jika kita mau berpikir sedikit lebih dalam. ketika kita berkata, "Kenapa sih dia jadi orang temperamen banget." "Kenapa sih kamu kok dikit-dikit mengeluh?" atau "Kenapa sih kamu jadi orang baik banget, udah disakiti juga, heran deh." dll.

Pernah nggak kita berpikir, bahwa ketika kita berkata demikian, itu artinya kita seakan membuka peluang untuk memasukkan sifat tersebut ke dalam kepribadian kita?
Bukankah ketika kita melihat manusia lain dengan segala sifatnya, sama saja kita sedang bercermin? Bercermin? IYA. Karena kita pun sebenarnya mempunya peluang untuk mempunyai sifat yang telah kita utarakan. Masak lupa? Manusia kan modalnya sama: sama-sama tidak punya modal. :D
Jadi, bukankah teman-teman yang mempunya sifat "kok dia sombong amat sih, kok dia temperamen amat sih, kok dia pelit sih" itu semua pengalamanlah yang membentuk. Nah, semisal mereka, teman-teman tersebut diberi kesempatan untuk menikmati pengalaman yang bisa menjadikannya sebagai sosok "baik, alim, ramah, dll", bisa jadi mereka akan menjadi sosok yang ribuan kali lebih baik daripada kita.
:D

Kata kuncinya: suci, pengalaman, karakter.

Jika aku menjadi kamu, bisa jadi aku juga seperti itu.
Jika kamu jadi aku, bisa jadi kamu juga akan sepertiku.
Ini semua hanya soal pengalaman hidup.
Dan pengalaman hidup itu berteman baik dengan jalan mana yang kita tempuh.
Mau lewat jalan lurus atau berkelok?
Mau jalan terang atau gelap?
Mau baik atau buruk?

^_^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Banyak Ditentang, Sebenarnya Childfree Itu Sebuah Ancaman Atau Ketidaksiapan Atas Perbedaan?

Ada netizen yang upload foto anaknya 24/7, society fine-fine saja. Namun, ketika ada seorang netizen upload pendapat pribadi, di lapak sendiri, testimoni pribadi pula, dianggap sebagai ancaman. Yakni seseorang yang memilih Childfree!!! Padahal kalau dipikir-pikir,  manusia itu makhluk dinamis. Apa yang dipikirkan detik ini, belum tentu lima menit berikutnya masih disepakati. Manusia itu makhluk terlabil sedunia, Beb. 😁 No offens, ya Ges ya. Ak cuma menyoroti kenapa kita enggak siap menerima perbedaan. Soal perlakuan bar-bar Gitasav juga, pernah enggak kalian riset atau apa, ya, istilahnya, merenung #halah kenapa seorang Gitasav bisa sebrutal itu ke netizen? Lelahkah ida? Karena jauuuuh sebelum masalah childfree, ada soal ‘stunting’ juga yang dia sebut, dia juga sudah sering diserang dan dikata-katain. Hehe Istilahnya, ojo jiwit yen ora gelem dijiwit. Pas Gitasav nyerang balik, eh, netijen baper ✌️🫢🏻 Eh, ini saya bukan lagi membela ea. Cuma mencoba melihat dari 2 sisi. Soalny...

KENAPA ORANG LEBIH SUKA NGASIH NASIHAT KETIMBANG SEMANGAT?

 Netijen: Lebay banget sih, gitu aja distatusin? Lo kere ya? Sampai ga bisa makan? Me: Anjay. πŸ˜‚ Cara tiap orang mengelola emosi, cara orang menghadapi masalah diri, cara orang untuk 'ngomong' itu beda-beda keleus. Kalau kamu tipe penyabar, tipe diem doang saat dihadapkan sama masalah yang sama kaya saya, ya monggo. Dipersilakan. Saya malah salut. Karena orang sabar disayang Tuhan. Saya punya cara sendiri. Urusan ga sabar, urusan ga disayang Tuhan, itukan hak prerogatif Tuhan.  Kasus beda perlakuan, beda cara memperlakukan warga, tetangga, itu udah jadi persoalan klasik di setiap masyarakat. Hambok deloken chat di WhatsApp ku. Isine wong do curhat. Cuma mereka orangnya sabar, jadi diem aja.  Saya ga masalah kok engga dapat beras, engga dapat sembako, saya punya duit. Alhamdulilah.  Yang jadi masalah adalah ... beda perlakuan. Kenapa harus membeda-bedakan? Berarti kasus ada tetangga mati sampai berhari-hari itu karena kasus kaya gini? Alhamdulillahnya, kemarin Pak RT ...

AWE SAMBAT #4

  Tuhan, pengen nabung nih. Banyak yang pengen saya lakukan. Butuh banyak uang. Boleh minta kerjaan? Tuhan pun ngasih kerjaan. . . Orang sukses: Alhamdulillah, ada kerjaan. Kerja kerja kerja! Selesai. Me: Alhamdulillah, ada kerjaan. Tapi, nanti aja deh. Lagi mager. Besoknya. DL masih lama. Ntar aja. Besoknya lagi. Ntar aja pas mepet DL. Pas udah DL. Ya ampun, gimana nih? Ak kudu mulai dari mana? *** Kaya gitu kok suka ngeluh hidup "cuma gitu-gitu aja". Flat. Monoton. Ya emang kamunya (kamu, We) ga ada aksi. Ga mau berubah. Udah gitu masih bisa senyam-senyum pula. Gila!