Langsung ke konten utama

Sebuah Tamparan Keras

Serasa ditampar. Serasa disiram air panas yang mendidih. Ketika dibacakan: 
"Ahsantum ahsantum li anfusikum, wa in asa’tum fa laha"
(kalau kalian berbuat baik, kebaikannya untuk diri kalian sendiri, kalau kalian berbuat jahat, akibatnya akan menimpa kalian juga)" (Al Israa’: 7)

Tamparan yang luar biasa sakitnya, ketika mengingat keburukan dan khilaf yang telah terlewati dari waktu dulu sampai saat ini. Berapa kata yang tak pada tempatnya terucap, berapa sikap yang menyalahi aturan, dan berapa jumlah kelaliman diri yang terurai keluar melewati batas syar'i. 

1. Mengolok Orang. 
Ketika dia tak normal seperti kebanyakan orang, diolok habis-habisan dan dijadikan bahan candaan. 
:'( Astaghfirullah. 
Ketika dia orang yang belum paham atas sebuah keadaan, sebuah keharusan, dan "menyalahi" aturan. Kemudian kita tanpa ada upaya membenarkan dan menuntun ke arah jalan yang benar, menjadikannya sebagai obyek candaan tanpa mau tahu batas kesopanan. 
:'( Astaghfirullah. 

2. Melihat Segala Sesuatu dari Kacamata Pribadi 
Tanpa melihat kepada diri sendiri, membuat sebuah spekulasi pribadi bahwa si A begini, si B begitu, si C begini, dll... Tanpa ada observasi, tanpa mau mendengar dan melihat apa yang terjadi, tetap bersikukuh pada simpulan pribadi. :'( Astaghfirullah, betapa kejamnya diri ini. 

3. Hobi Mencari Kesalahan dan Kejelekan Orang Lain 
Suka, gemar, dan hobi mencari keburukan orang lain agar bisa dijadikan bahan pembicaraan. Membuat wacana publik jika si A mempunyai sifat jelek begini, si B begitu. Na'udzubillah. 

4. Berburuk Sangka 
Membiarkan energi negatif menguasai hati dan pikiran. Menimbulkan penyakit hati yang menjalar hingga sudut jiwa. Benar-benar sebuah bahaya. 

5. Merasa Diri Paling Benar 
Ujub. Sombong. Narsis. Tak jarang kita asyik dengan opini sendiri. 

6. Memaksa Orang Lain Berlaku Seperti Yang Kita Inginkan 
Ini sering dan bahkan selalu terjadi. Melihat sesuatu yang berbeda dari kawannya, tanpa mau bertanya sebab, tahu-tahu sudah berasumsi negatif. Melihat obyek di depan yang tidak seesuai dengan dirinya, kemudian disebut "mutungan" dan dikucilkan. 

:'( Entah berapa istighfar dan sholat taubat yang kan bisa meleburkan tiap kesalahan yang telah diperbuat. 

Hanya "kebaikan" yang bisa menghapus keburukan. 

In ahsantum ahsantum li anfusikum, wa in asa’tum fa laha

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Banyak Ditentang, Sebenarnya Childfree Itu Sebuah Ancaman Atau Ketidaksiapan Atas Perbedaan?

Ada netizen yang upload foto anaknya 24/7, society fine-fine saja. Namun, ketika ada seorang netizen upload pendapat pribadi, di lapak sendiri, testimoni pribadi pula, dianggap sebagai ancaman. Yakni seseorang yang memilih Childfree!!! Padahal kalau dipikir-pikir,  manusia itu makhluk dinamis. Apa yang dipikirkan detik ini, belum tentu lima menit berikutnya masih disepakati. Manusia itu makhluk terlabil sedunia, Beb. 😁 No offens, ya Ges ya. Ak cuma menyoroti kenapa kita enggak siap menerima perbedaan. Soal perlakuan bar-bar Gitasav juga, pernah enggak kalian riset atau apa, ya, istilahnya, merenung #halah kenapa seorang Gitasav bisa sebrutal itu ke netizen? Lelahkah ida? Karena jauuuuh sebelum masalah childfree, ada soal ‘stunting’ juga yang dia sebut, dia juga sudah sering diserang dan dikata-katain. Hehe Istilahnya, ojo jiwit yen ora gelem dijiwit. Pas Gitasav nyerang balik, eh, netijen baper ✌️🫢🏻 Eh, ini saya bukan lagi membela ea. Cuma mencoba melihat dari 2 sisi. Soalny...

KENAPA ORANG LEBIH SUKA NGASIH NASIHAT KETIMBANG SEMANGAT?

 Netijen: Lebay banget sih, gitu aja distatusin? Lo kere ya? Sampai ga bisa makan? Me: Anjay. πŸ˜‚ Cara tiap orang mengelola emosi, cara orang menghadapi masalah diri, cara orang untuk 'ngomong' itu beda-beda keleus. Kalau kamu tipe penyabar, tipe diem doang saat dihadapkan sama masalah yang sama kaya saya, ya monggo. Dipersilakan. Saya malah salut. Karena orang sabar disayang Tuhan. Saya punya cara sendiri. Urusan ga sabar, urusan ga disayang Tuhan, itukan hak prerogatif Tuhan.  Kasus beda perlakuan, beda cara memperlakukan warga, tetangga, itu udah jadi persoalan klasik di setiap masyarakat. Hambok deloken chat di WhatsApp ku. Isine wong do curhat. Cuma mereka orangnya sabar, jadi diem aja.  Saya ga masalah kok engga dapat beras, engga dapat sembako, saya punya duit. Alhamdulilah.  Yang jadi masalah adalah ... beda perlakuan. Kenapa harus membeda-bedakan? Berarti kasus ada tetangga mati sampai berhari-hari itu karena kasus kaya gini? Alhamdulillahnya, kemarin Pak RT ...

AWE SAMBAT #4

  Tuhan, pengen nabung nih. Banyak yang pengen saya lakukan. Butuh banyak uang. Boleh minta kerjaan? Tuhan pun ngasih kerjaan. . . Orang sukses: Alhamdulillah, ada kerjaan. Kerja kerja kerja! Selesai. Me: Alhamdulillah, ada kerjaan. Tapi, nanti aja deh. Lagi mager. Besoknya. DL masih lama. Ntar aja. Besoknya lagi. Ntar aja pas mepet DL. Pas udah DL. Ya ampun, gimana nih? Ak kudu mulai dari mana? *** Kaya gitu kok suka ngeluh hidup "cuma gitu-gitu aja". Flat. Monoton. Ya emang kamunya (kamu, We) ga ada aksi. Ga mau berubah. Udah gitu masih bisa senyam-senyum pula. Gila!