Langsung ke konten utama

Banyak Ditentang, Sebenarnya Childfree Itu Sebuah Ancaman Atau Ketidaksiapan Atas Perbedaan?



Ada netizen yang upload foto anaknya 24/7, society fine-fine saja.

Namun, ketika ada seorang netizen upload pendapat pribadi, di lapak sendiri, testimoni pribadi pula, dianggap sebagai ancaman.

Yakni seseorang yang memilih Childfree!!!

Padahal kalau dipikir-pikir, manusia itu makhluk dinamis.

Apa yang dipikirkan detik ini, belum tentu lima menit berikutnya masih disepakati.

Manusia itu makhluk terlabil sedunia, Beb.

😁

No offens, ya Ges ya.

Ak cuma menyoroti kenapa kita enggak siap menerima perbedaan.

Soal perlakuan bar-bar Gitasav juga, pernah enggak kalian riset atau apa, ya, istilahnya, merenung #halah kenapa seorang Gitasav bisa sebrutal itu ke netizen?

Lelahkah ida? Karena jauuuuh sebelum masalah childfree, ada soal ‘stunting’ juga yang dia sebut, dia juga sudah sering diserang dan dikata-katain. Hehe

Istilahnya, ojo jiwit yen ora gelem dijiwit. Pas Gitasav nyerang balik, eh, netijen baper ✌️🫢🏻

Eh, ini saya bukan lagi membela ea. Cuma mencoba melihat dari 2 sisi. Soalnya saya juga tahu gimana jahatnya ketikan netijen ✌️

Mungkin karena saya udah follow doi sejak lama. Jadi sedikit banyak tahu sepak terjang serangan netijen.

Terlebih karena ejak awal dia emang vokal di ‘perjuangan hak2 wanita’ dan sejenisnya ✌️

Sekali lagi …

Saya cuma menggarisbawahi satu hal, ya:

Society kita enggak siap dengan sesuatu yang berbeda.

😁

Semua orang dipaksa punya TAKDIR dan CERITA yang sama.

Bahkan, tak jarang, ke sesama wanita saja ... saling mencemooh dan mencibir.

Apa itu women support women?

Sering, kita temyi fenomena:

Anak sendiri dirawat dengan baik, dikasih nutrisi terbaik pula, ndelalah kok pertumbuhannya engga sama dengan anak orang dengan umur yang sama.

Kok belum tumbuh gigi, ya?

Kok belum bisa jalan, ya?

Kok engga merangkak, ya?

Ibuknya bingung. Pas di fase bingung, eh, diserang sama tetangga rese.

Anaknya dikasih nutrisi terbaik, bahkan dibeliin suplemen penambah nafsu makan. Tapi, tubuhnya enggak gendut-gendut. Iya, ibuknya pengen anaknya gendut, soalnnya kalau di Posyandu dia dimarahi sama petugasnya: Anakmu stunting iki!!! Wong awake cilik!!!

Padahal, kurus belum tentu stunting.

Akhirnya, si ibu stres sendiri. Ibu jadi enggak bahagia.

Punya anak atau tidak punya anak, semua ada kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Jadi, keputusan memiliki anak atau tidak itu, sebuah ancaman atau ketidaksiapan masyarakat atas perbedaan?



Komentar

Postingan populer dari blog ini

AWE SAMBAT #4

  Tuhan, pengen nabung nih. Banyak yang pengen saya lakukan. Butuh banyak uang. Boleh minta kerjaan? Tuhan pun ngasih kerjaan. . . Orang sukses: Alhamdulillah, ada kerjaan. Kerja kerja kerja! Selesai. Me: Alhamdulillah, ada kerjaan. Tapi, nanti aja deh. Lagi mager. Besoknya. DL masih lama. Ntar aja. Besoknya lagi. Ntar aja pas mepet DL. Pas udah DL. Ya ampun, gimana nih? Ak kudu mulai dari mana? *** Kaya gitu kok suka ngeluh hidup "cuma gitu-gitu aja". Flat. Monoton. Ya emang kamunya (kamu, We) ga ada aksi. Ga mau berubah. Udah gitu masih bisa senyam-senyum pula. Gila!

TERNYATA, SAYA ADALAH MANUSIA BUSUK BAGI BEBERAPA ORANG

Pernah ga sih merasa bahwa di dalam hidupmu yang kamu pandang baik-baik saja itu, ternyata kamu busuk bagi beberapa orang? Tanpa sengaja sikap, tutur, atau tulisanmu menyinggung yang lain. Itu yang sedang saya renungi sekarang. Jangan-jangan ... sering orang tersinggung dengan apa yang saya lakukan, apa yang saya tampilkan, apa yang saya tuliskan? Berkaca pada hubungan sosial saya dengan lingkungan. Ada teman yang bersikap B aja selayaknya teman. Ada yang memperlakukan saya bak senior. Dan ... ada yang dingin sama saya. Dan saya ingin membicarakan yang bersikap dingin sama saya ini. Saat pertama menyadari sikapnya, saya begitu benci. Saya pikir, "Kenapa ni anak kok beda banget klo sama saya? Sama yang lain bersikap B aja. Tapi klo sama saya kok serasa ada tembok tinggi? Kaku." Saya menyalahkan dia. Saya menyalahkan sikapnya. Sampai akhirnya, sampailah di pemikiran: Eh, kayaknya yang salah saya deh. Jangan-jangan, selama ini saya memperlakukan

BACKPAKER KE NEGERI JIRAN: MALAYSIA

Hai, hai, halo. Mau cerita tipis-tipis nih tentang "petualangan" saya ke Negeri Jiran dua tahun lalu. Iya, tahun lalu. Tapi, baru sempet nulisnya sekarang. Hahahaha. Kelihatan banget malesnya. Alhamdulillah, salah satu mimpi masa kecil #haish tercapai juga. Dari kecil saya tuh ngefans banget sama Riani Djangkaru. Si cewek tomboy, suka dolan, setrong, dan UWOW bangetlah di mata saya. Dulu doi jadi "pemeran utama" program JEJAK PETUALANG. Weslah, ya, intermezonya. Setelah paspor dan tiket ada di tangan, berangkatlah saya dan 5 temen saya ke Negeri Jiran. Kami berenam cewek semua. Tiga berangkat dari Solo, satu dari Surabaya, dan dua dari Jakarta. Kami berkumpul dan berangkat dari Bandara Soetta. Berangkat tengah malam, jadilah kami ngompreng dulu di Soetta. Maklum, janjian ketemuan jam 8 malam. Pesawat berangkat 00.30. Kan mayan kan ngomprengnya. Ngobrol ngalor-ngidul. Hingga datanglah waktu kudu antre panjang buat pemeriksaan tiket sama paspor. Alhamdulillah, s