Masih bingung, pulang atau enggak? Masuk Magrib, minta izin buat salat di kafe. Habis salat, duduk lagi. Dan hujan makin deres. Akhirnya melihat hujan. Dan merenung.
Flashback hubunganku sama ibuk. Mengingat saat di mana aku bersikap ramah sama ibuk. Menyusun ingatan di mana aku ngasih jempol ke ibuk karena udah ngidupin lampu pas Magrib. Ngasih senyum ke ibuk karena bisa buka pintu sendiri. Ngasih apresiasi saat ibuk udah nyiram tanaman. Bilang makasih waktu ibuk mau bantuin buang sampah.
Tapi, oh, tetapi. Kenapa lebih banyak juga ingatan saat aku marah-marah dan bersikap 'kasar' sama ibuk. Ada banyak perasaan ga terima di dada. Ga terima karena aku dilarang curhat, karena klo curhat sama ibuk ujungnya cuma adu nasib. Dan aku dibilang: kowe sih mending. Lha aku?
Dan berbagai perasaan marah lainnya, yang kadang aku sendiri bingung: aku kenapa sih?
Capek. Jujur capek. Capeeeeek banget. Capek woey!
Mau sampai kapan kaya gini terus?
Mana aku sering ngomong ga enak juga.
Doain aku cepet mati aja deh, Buk, biar ibuk ga perlu ketemu aku lagi. Toh, aku ga bikin ibuk bahagia kan?
Tiap kali ibuk mewek dan berniat pergi, aku selalu bilang: Aku aja yang pergi.
Kekerasan verbal dan silent treatment yang ibuk kasih ke aku, ternyata aku tiru. Ternyata aku semacam copy paste ibu di masa lalu.
Jadi emang bener, ya. Karakter itu bukan cuma genetik, tapi juga karena perlakuan.
Perbuatan, ucapan, serta karakter ortu bisa 'menurun' ke anak. Dan aku menyadari bahwa ortuku dua-duanya punya karakter ga baik dan super menyebalkan. Dan semuanya menurun ke aku. Hahahahaha.
Capek!
Komentar
Posting Komentar