Langsung ke konten utama

Mari Bertumbuh ... menuju Sembuh!

 

Pertama-tama, untuk orang-orang yang berani ke psikolog aku acungi jempol. 🫢🏻✨

Kenapa sampai akhirnya aku mau konsul? Setelah berpikir beribu kali ... dan bilang: oke, bismillah!

Awalnya ... karena merasa udah enggak kuat menghadapi benang kusut di kepala sendiri. Banyak kejutan dalam hidup yang kadang enggak pake ketok pintu dulu πŸ˜… Langsung mendobrak masuk, tanpa diberi persiapan! 

Akumulasi.
Mulai dari pas bapak wafat. Akhirnya ada kekosongan di rumah ... pun kekosongan di hati saya sama ibuk. Ada benang yang lepas di antara kami. 

Sosok lelaki yang dulu ada, yang punya perannya sendiri. Dan semenjak dia pergi, peran yang harusnya dia kerjakan menumpuk di pundak si tunggal ini.

Aku nulis ini di kantor, dan mewek pol. Moga temen depan meja ga ngeh. wkwkwk. Oke, lanjut.

Flashback ke tahun 2021.

Bulan April bapak wafat, bulan November ibuk tangah patah. Mengurus ortu di rumah sakit di tahun yang sama.

Berat? Pas kupikir lagi, iya. Tapi blas enggak aku rasakan. Semua aku hadapi dengan perasaan dan pikiran: hayuk, gas! 

Enggak lama setelahnya, ibuk sebulan lemas. diajak periksa nolak. Sampai akhirnya tangan kanan (atau kirinya?) gerak-gerak sendiri tanpa bisa dikendalikan. Akhirnya mau periksa. Dan ternyata kena diabetes melitus. Tangan gerak2 itu neuropati. Oke, langsung ke rumah sakit!

Kontrol tiap bulan. Sampai setahun kemudian, siang-siang pas kerja, aku disuruh pulang. Hati enggak enak. Dan bener ... ibuk enggak sadarkan diri. Ngedrop!

Pas sampai rumah, pas ambulance dateng.Di dalam ambulance aku ciumi ibuk sambil bisiki kalimat toyibah. Dah enggak bisa mikir lagi. Pokoknya ibuk aku peluk dan ciumi. 

Eh ... awal tahun ini ujian di-upgrade πŸ˜… Ditambah pikun.

Januari, masih aman.
Februari, puncaknya. Berkali-kali pergi dari rumah dan marah-marah. Seperti bukan ibuk. Aku kayak kehilangan ibuk.
Maret, mulai selow.
April, mulai baper. Ibuk mewek terus.  Aku dibilang ga sayang krn selalu ninggalin klo siang (lha iya, kan kerja).
Mei, masih baper dan mewek.

Sampai pada titik, aku mulai 'membenci' ibuk. Aku mulai males ngomong sama ibuk. Dan karena ini, aku mulai berpikir: wah, ada yang salah nih sama aku sendiri. Udah berusaha memberi afirmasi positif, mengambil hikmah, positif positif positif. Tapi, aku kalah. Dan karena takut kalau bakalan lebih parah, pergilah aku ke profesional. Hehe. 

Alhamdulillah. Mendapat banyak insight. Dan 1 hal yang aku ingeeet banget dari psikolog, yakni pas blio bilang: Mbak, bagaimana jika mbak bertumbuh bersama ibuk? Mbak paham apa yang terjadi, pun tahu apa yang harus dilakukan, bagaimana kalau mbak membangun sedikit demi sedikit bonding sama ibuk? Sebagai ganti atas kosongnya peran beliau saatmbak kecil dulu? Bertumbuh berdua, membangun kembali 'rumah' dengan menyusun bata demi bata berdua.


Wah, di situ langsung mak brol! Mewek sak polnya.

Iya, ya? Kenapa kami tidak tumbuh berdua aja?

Mencari-cari topik obrolan yang bener-bener bisa menyatukan kami. Yang sekiranya enggak akan membuat ibuk maido dan merendahkan setiap omonganku kaya biasanya?

Luka pengasuhan itu lumayan membekas.
Pun membentuk aku yang sekarang.

Dan enggak perlu disembuhkan cepat-cepat.
Pelan-pelan aja.
Validasi setiap rasa. Perasaan.
Doain, ya, moga 'luka-luka' yang ternyata lebar ini bisa kering.

Ternyata akumulasi atas kejutan2 dalam hidup yang engga tervalidasi, malah ditutup-tutupi terus dengan: Ah, gapapa. Aku bisa kok. Ak kan strong!

Ternyata ... membuat luka yang udah ada makin besar. hehe.

Mari bertumbuh ... menuju sembuh!

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Banyak Ditentang, Sebenarnya Childfree Itu Sebuah Ancaman Atau Ketidaksiapan Atas Perbedaan?

Ada netizen yang upload foto anaknya 24/7, society fine-fine saja. Namun, ketika ada seorang netizen upload pendapat pribadi, di lapak sendiri, testimoni pribadi pula, dianggap sebagai ancaman. Yakni seseorang yang memilih Childfree!!! Padahal kalau dipikir-pikir,  manusia itu makhluk dinamis. Apa yang dipikirkan detik ini, belum tentu lima menit berikutnya masih disepakati. Manusia itu makhluk terlabil sedunia, Beb. 😁 No offens, ya Ges ya. Ak cuma menyoroti kenapa kita enggak siap menerima perbedaan. Soal perlakuan bar-bar Gitasav juga, pernah enggak kalian riset atau apa, ya, istilahnya, merenung #halah kenapa seorang Gitasav bisa sebrutal itu ke netizen? Lelahkah ida? Karena jauuuuh sebelum masalah childfree, ada soal ‘stunting’ juga yang dia sebut, dia juga sudah sering diserang dan dikata-katain. Hehe Istilahnya, ojo jiwit yen ora gelem dijiwit. Pas Gitasav nyerang balik, eh, netijen baper ✌️🫢🏻 Eh, ini saya bukan lagi membela ea. Cuma mencoba melihat dari 2 sisi. Soalny...

KENAPA ORANG LEBIH SUKA NGASIH NASIHAT KETIMBANG SEMANGAT?

 Netijen: Lebay banget sih, gitu aja distatusin? Lo kere ya? Sampai ga bisa makan? Me: Anjay. πŸ˜‚ Cara tiap orang mengelola emosi, cara orang menghadapi masalah diri, cara orang untuk 'ngomong' itu beda-beda keleus. Kalau kamu tipe penyabar, tipe diem doang saat dihadapkan sama masalah yang sama kaya saya, ya monggo. Dipersilakan. Saya malah salut. Karena orang sabar disayang Tuhan. Saya punya cara sendiri. Urusan ga sabar, urusan ga disayang Tuhan, itukan hak prerogatif Tuhan.  Kasus beda perlakuan, beda cara memperlakukan warga, tetangga, itu udah jadi persoalan klasik di setiap masyarakat. Hambok deloken chat di WhatsApp ku. Isine wong do curhat. Cuma mereka orangnya sabar, jadi diem aja.  Saya ga masalah kok engga dapat beras, engga dapat sembako, saya punya duit. Alhamdulilah.  Yang jadi masalah adalah ... beda perlakuan. Kenapa harus membeda-bedakan? Berarti kasus ada tetangga mati sampai berhari-hari itu karena kasus kaya gini? Alhamdulillahnya, kemarin Pak RT ...

AWE SAMBAT #4

  Tuhan, pengen nabung nih. Banyak yang pengen saya lakukan. Butuh banyak uang. Boleh minta kerjaan? Tuhan pun ngasih kerjaan. . . Orang sukses: Alhamdulillah, ada kerjaan. Kerja kerja kerja! Selesai. Me: Alhamdulillah, ada kerjaan. Tapi, nanti aja deh. Lagi mager. Besoknya. DL masih lama. Ntar aja. Besoknya lagi. Ntar aja pas mepet DL. Pas udah DL. Ya ampun, gimana nih? Ak kudu mulai dari mana? *** Kaya gitu kok suka ngeluh hidup "cuma gitu-gitu aja". Flat. Monoton. Ya emang kamunya (kamu, We) ga ada aksi. Ga mau berubah. Udah gitu masih bisa senyam-senyum pula. Gila!