Langsung ke konten utama

AWE SAMBAT #3

 Saya nulis ini masih dalam kondisi kedinginan. Maklum, pulang kerja, hujan turun.


Di tengah perjalanan pulang, banyak ketemu anak-anak sekolah. Ada yang dibonceng ortunya pake motor, ada yang dibonceng driver ojek online, ada yang dijemput pakai mobil.

Tetiba keinget dong sama drama Itaewon Class. #LOL

Tentang perjuangan seorang anak lelaki. Di mana dia harus kehilangan ayah yang sudah merawat dia dengan baik, di usia yang relatif muda. Saat dia masih SMA.

Ada satu kutipan di drama IC yang bikin hati saya mak nyes: Seorang anak tumbuh dengan melihat punggung orang tuanya.

Anak yang dibonceng orang tuanya pake motor yang saya lihat di jalan tadi ... Pasti dia punya rasa kagum dan bangga sendiri kepada ayah/ibunya.

Anak yang dijemput ortunya pake mobil pun, begitu.

Setiap anak lahir, tumbuh, dan besar ... Sesuai dengan lingkungan tempat dia tinggal. Dalam hal ini, keluarga.

Dan di setiap keluarga, ada kisah masing-masing. Setiap anak, punya kisah hidupnya masing-masing.

Anak yang besar dengan kasih sayang orang tua utuh, berbeda dengan anak yang besar dengan orang tua tunggal.

Anak yang besar dengan orang tua, tak bisa disamakan dengan anak yang tak dibesarkan oleh kedua orang tuanya.

Mereka punya perjuangan masing-masing.

Sama halnya dengan takdir yang harus dialami oleh Park Sae-Roy, si tokoh utama di drama IC. Selepas ayahnya meninggal, dia kehilangan sandaran. Ditambah lagi, sebelum kuburan ayahnya mengering (etapi, saya ga tahu apa ayahnya dikubur atau dikremasi) ... Sae-Roy dipenjara gara-gara melakukan percobaan pembunuhan kepada temannya--yang menabrak ayahnya hingga meninggal.
...

Ngobrolin soal takdir.
Anak dengan takdir: lahir di keluarga miskin, tentu punya kisah yang berbeda dengan mereka yang lahir dengan sendok emas di mulutnya.

Ada perjuangan, jerih payah.
Mereka baik secara alami maupun (pada akhirnya) terpaksa, memang harus lebih berjuang dan bersusah payah. Untuk hidup, makan, atau ... Sekolah.

Ada yang menjadikan hal ini sebagai ujian. Pun ada yang menjadikannya sebagai kekuatan.

Di drama itu Sae-Roy pernah bilang: Mungkin aku terlahir tak punya apa-apa, tapi aku punya banyak keinginan. Kenapa aku harus menyerah sebelum mencoba?

Anak yang terlahir bukan dari keluarga kaya, utuh, atau ... Ideal, bukan berarti mereka harus menyerah pada nasib. Mereka hanya harus berjuang. Lebih berjuang. Karena setiap orang pasti punya impian.


Hahaha. Dasar manusia baperan. Lihat drama aja disambung-sambungkan sama anak sekolah yang saat hujan boncengan sama orang tuanya.

πŸ˜‚ Seakan lihat diri sendiri waktu dulu sih. Waktu sekolah, setiap pengambilan rapor, pulangnya saya selalu dibonceng pake sepeda kebo ibu/bapak.

Kami punya motor saat saya kelas 2 SMA. Ada masa di mana saya malu. Gara-gara dijemput pake pit kebo. πŸ˜‚

Tapi seiring berjalannya waktu, momen itu justru menjadi kenangan manis saya akan orang tua. 

Walaupun secara materi, sampai sekarang, saya belum bisa memberi banyak kepada orang tua, tapi ada kalimat menenangkan yang selalu ibu saya katakan: alih-alih hanya fokus memikirkan perkara dunia, lebih membuat bahagia melihat kamu masih ada di rumah. Bisa tetap bertiga. Ga jauh dari keluarga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Banyak Ditentang, Sebenarnya Childfree Itu Sebuah Ancaman Atau Ketidaksiapan Atas Perbedaan?

Ada netizen yang upload foto anaknya 24/7, society fine-fine saja. Namun, ketika ada seorang netizen upload pendapat pribadi, di lapak sendiri, testimoni pribadi pula, dianggap sebagai ancaman. Yakni seseorang yang memilih Childfree!!! Padahal kalau dipikir-pikir,  manusia itu makhluk dinamis. Apa yang dipikirkan detik ini, belum tentu lima menit berikutnya masih disepakati. Manusia itu makhluk terlabil sedunia, Beb. 😁 No offens, ya Ges ya. Ak cuma menyoroti kenapa kita enggak siap menerima perbedaan. Soal perlakuan bar-bar Gitasav juga, pernah enggak kalian riset atau apa, ya, istilahnya, merenung #halah kenapa seorang Gitasav bisa sebrutal itu ke netizen? Lelahkah ida? Karena jauuuuh sebelum masalah childfree, ada soal ‘stunting’ juga yang dia sebut, dia juga sudah sering diserang dan dikata-katain. Hehe Istilahnya, ojo jiwit yen ora gelem dijiwit. Pas Gitasav nyerang balik, eh, netijen baper ✌️🫢🏻 Eh, ini saya bukan lagi membela ea. Cuma mencoba melihat dari 2 sisi. Soalny...

KENAPA ORANG LEBIH SUKA NGASIH NASIHAT KETIMBANG SEMANGAT?

 Netijen: Lebay banget sih, gitu aja distatusin? Lo kere ya? Sampai ga bisa makan? Me: Anjay. πŸ˜‚ Cara tiap orang mengelola emosi, cara orang menghadapi masalah diri, cara orang untuk 'ngomong' itu beda-beda keleus. Kalau kamu tipe penyabar, tipe diem doang saat dihadapkan sama masalah yang sama kaya saya, ya monggo. Dipersilakan. Saya malah salut. Karena orang sabar disayang Tuhan. Saya punya cara sendiri. Urusan ga sabar, urusan ga disayang Tuhan, itukan hak prerogatif Tuhan.  Kasus beda perlakuan, beda cara memperlakukan warga, tetangga, itu udah jadi persoalan klasik di setiap masyarakat. Hambok deloken chat di WhatsApp ku. Isine wong do curhat. Cuma mereka orangnya sabar, jadi diem aja.  Saya ga masalah kok engga dapat beras, engga dapat sembako, saya punya duit. Alhamdulilah.  Yang jadi masalah adalah ... beda perlakuan. Kenapa harus membeda-bedakan? Berarti kasus ada tetangga mati sampai berhari-hari itu karena kasus kaya gini? Alhamdulillahnya, kemarin Pak RT ...

AWE SAMBAT #4

  Tuhan, pengen nabung nih. Banyak yang pengen saya lakukan. Butuh banyak uang. Boleh minta kerjaan? Tuhan pun ngasih kerjaan. . . Orang sukses: Alhamdulillah, ada kerjaan. Kerja kerja kerja! Selesai. Me: Alhamdulillah, ada kerjaan. Tapi, nanti aja deh. Lagi mager. Besoknya. DL masih lama. Ntar aja. Besoknya lagi. Ntar aja pas mepet DL. Pas udah DL. Ya ampun, gimana nih? Ak kudu mulai dari mana? *** Kaya gitu kok suka ngeluh hidup "cuma gitu-gitu aja". Flat. Monoton. Ya emang kamunya (kamu, We) ga ada aksi. Ga mau berubah. Udah gitu masih bisa senyam-senyum pula. Gila!