Menjadi
perempuan, masih remaja pula tentu banyak godaan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, remaja berarti mulai dewasa; sudah sampai umur untuk kawin.
1.
Mulai
dewasa?
Yup.
Usia menjelang dewasa. Waktu yang pas untuk membentuk karakter “dewasa”. Waktu
yang pas untuk mencari jati diri. Waktu yang pas untuk mencari bekal yang kelak
kan berguna ketika sudah menginjak fase DEWASA.
Bekal
apa sajakah?
a. Ilmu
Perbanyak
ilmu. Jangan malu untuk bertanya dan jangan malas belajar. Ilmu tentang apa
saja? Banyak. Ilmu agama, ilmu seputar remaja (seperti psikologi remaja, ilmu
pertemanan, dll.). Ilmu agama bisa didapat dengan mendatangi majelis-majelis
ilmu, pengajian, pun saat pelajaran agama di sekolahmu. Tanyakan kepada gurumu
tentang hak dan kewajiban seorang remaja #eh seorang manusia, khususnya cewek.
Kalau nggak puas, tanyakan kepada guru ngaji. Atau bisa juga tanya sama ortu,
kakak, atau sahabat yang sekiranya cukup ilmu. Ilmu psikologi termasuk pula
dalam hal mengolah emosi. Yah, we know
lah kalau masa remaja adalah masa di mana hormon lagi banyak-banyaknya
diproduksi. Emosi bisa meletup-letup jika kepentinganmu terganggu. Bisa juga
kamu terseret persoalan temanmu yang kemudian memunculkan rasa solidaritasmu.
Makanya tawuran yang dipicu hal sepele mudah saja terjadi. Karena remaja
kebanyakan malas untuk berpikir jernih sebelum bertindak. Rasa solid yang
tinggi berbuah sakit diri. Iya, tawuran selalu bikin sakit kan?
Emosi
dan hasrat yang menggebu wajib hukumnya untuk dikontrol. Yah, biar nggak bikin
nyesel di ujung hari nanti. Ikut geng motor, brutal, main serang-serangan sama
geng lain, ketangkep polisi, punya catatan kriminal deh. Jangan kayak gitu,
yah, kasihan ortu kamu.
Ilmu
pertemanan, persahabatan, atau apapun istilahnya, bisa kita pelajari lewat
banyak hal. Kalian juga bisa bereksperimen. Cari sebanyak-banyak teman,
kemudian seleksi. Siapa-siapa saja sih yang ada di dekat kamu saat kamu sedih.
Siapa-siapa aja yang ada di sampingmu pas bahagia aja? Dari situ, pilih yang
sekiranya bisa membawa kamu ke arah kebaikan. Jadi jangan salah pilih. Karena
teman yang baik akan membawa kita ke pilihan hidup yang baik pula.
b. Iman
Wah,
penting ini. Iman berarti keyakinan, kepercayaan. Jika iman kita baik-baik
saja, maka rohani jasmani kita pun ikut baik. Namun, jika iman kita sedang
terganggu alias nggak stabil, sudah pasti bisa ditebak, dirimu akan jadi orang
yang plin-plan dan mudah goyah.
Punya
teman shalih/shalihah? Pasti kamu adem gitu kan lihatnya? Karena apa? Karena
mereka berprinsip. Ada iman yang mereka bawa. Mereka hidup nggak sembarang
hidup. Jika ada hal yang dia yakini buruk, maka dia jauhi. Jika ada hal yang
dia yakini baik, maka dia ikuti dan lakukan.
Berasal
darimakah iman ini? Al-Quran dan Sunnah tentunya. Kita punya dua sumber itu.
Jadi, tugas kita tinggal mengikuti apa yang dikalamkan Allah dan diajarkan
Rasulullah.
c. Kemauan
dan cita-cita
Saya
itu, ya, suka iri melihat anak-anak muda masa kini yang berani berekspresi.
Kepengin ini, jalanin. Kepengin itu, dikejar. Waktu saya seumur kalian ini,
plin-plannya level memprihatinkan. Mau melakukan ini, takut. Mau melakukan itu,
ragu-ragu. Eh, ujung-ujungnya nggak dilakuin.
Jadi,
mumpung kalian masih usia remaja, do
everything you wanna do. Nggak perlu jaim-jaim. Daripada nanti menyesal
kayak saya? Umur sudah melampaui batas remaja *emoticon senyum lebar. Di usia
yang sudah tak muda lagi, saya baru berani do
everything I wanna do. Terlambat? Yes.
Tapi, tak apa. Daripada tak mencoba.
Kalian
harus punya kemauan dan cita-cita. Kemauan? Seperti apakah itu? Kemauan itu
seperti ... kamu suka lihat film Barat? Kamu beranggapan bahwa bisa bahasa
Inggris itu keren deh. Terus kamu pengin bisa bahasa Inggris. Nah, kamu udah
tahu kemauan kamu. Kemudian, realisasikan kemauan itu. Misal, ikut les bahasa
Inggris, nonton film pakai subtitle
Inggris, menerjemahkan lirik lagu secara otodidak, atau “iseng” menerjemahkan
artikel-artikel berbahasa Inggris. Kalau kamu punya temen yang jago bahasa
Inggris, bisa tuh deketin dia, ajak dia belajar bersama. Trus korek habis cara
dia bisa lancar ber-Inggris ria.
Cita-cita.
Kamu wajib hukumnya punya cita-cita. Ibaratnya nih, ya, kamu mau ke Jakarta.
Tentu kamu tahu mau ke sana pakai apa, lewat mana, dll. Ada persiapan bekal dan
tahu rute yang harus diambil. Begitu juga dengan cita-cita. Misal, kamu pengen
jadi animator. Ya, mulai sekarang kamu belajar gambar. Terus kalau kuliah ambil
jurusan yang ada hubungannya sama animasi.
Dan
ingat-ingat, ya! Kamu nggak perlu jadi hebat di mata orang. Cukup hebat saja di
matamu sendiri. Jadi juara buat diri sendiri.
2.
Sudah
sampai umur untuk kawin
Wuuu
... ngomong-ngomong soal kawin, kemarin ada kawula muda, usia masih belia,
ganteng pula, anak ustadz ternama memutuskan untuk nikah muda. *Hayo siapa yang
baper? Usia kawula muda ini menginjak 18 tahun. Masih remaja bukan? Tapi, sudah
berani memutuskan sebuah perkara yang ganjarannya: menggenapkan separuh agama. Eh,
tahu tidak siapa dia? Aha! Alvin Fais. Jadi, walau masih remaja, tapi kalau
sekiranya sudah siap lahir batin, jasmani rohani, psikologi maupun ekonomi, ya
silakan saja datang ke KUA dan mendaftarkan diri untuk menikah. Menikah kan
syaratnya cuma satu: ada calonnya. *emoticon ketawa sampai gigi geraham
kelihatan.
Ehem,
back to the topic. Menjadi perempuan,
masih di usia remaja, kira-kira tantangan apa yang akan dihadapi, ya? Putus
cinta? Gagal ujian? Nilai anjlok? Beda pendapat dengan ortu? Ditikung teman? Ditinggal sahabat?
Albert Einsten berkata: tak ada yang pernah
mengatakan bahwa menjadi remaja adalah masa-masa yang mudah. Nah, kalau kamu
menghadapi masalah, maka syukurilah. Coba kita pikir. Waktu usia kanak-kanak
dulu, apakah ada masalah serius yang kamu hadapi? Karena masalah yang kita
hadapi di masa kanak-kanak belum mengharuskan kita untuk menyelesaikannya
secara mandiri. Ada ortu yang mendampingi. Namun, ketika sudah beranjak remaja,
biasanya si remaja ini sudah enggan untuk meminta bantuan ortu. Bisa jadi
karena mereka merasa sudah besar, jadi pasti mampu. Bisa jadi karena dia merasa
bahwa ortunya tidak bisa memahami apa yang dia mau, trus jaim untuk minta
bantuan. Jadi, jika kamu menemukan satu masalah yang tidak bisa kamu selesaikan
seperti masa kanak-kanak dahulu, selamat kamu sudah memasuki fase remaja.
Masa remaja, masa di mana masalah mulai
menghampiri. Putus cinta? Iya, kalau kamu tergolong remaja suka pacaran. Kenapa
kok bisa pacaran? Karena si remaja ini suka diperhatikan. Hampir 99,9 % mereka
yang berpacaran, selalu diawali dengan percakapan yang berisikan sebentuk perhatian.
Hanya dengan satu sapaan “hai”, si remaja cewek ini sudah dibuat klepek-klepek
nggak karuan. Apalagi jika yang menyapa itu gebetan. Beh! Bahagianya lipat
1000x kali. Setelah hai, lanjut dengan “sudah makan? Sudah sholat? Sudah
belajar?” dan bla bla bla. Ujungnya? Jadian. Namun, ya, namanya remaja. Waktu yang
tepat buat coba-coba. Ketika menemukan “dia” yang lebih baik, maka beralihlah
ke incaran selanjutnya. Putus cinta deh si remaja itu tadi. Cinta monyet yang
kandas. What a .... makanya, nggak
usah pacaran. Selain dosa, lebih banyak mudharatnya. Kantong kering, pulsa
boros, hati was-was adalah fakta yang harus dihadapi.
Gagal ujian? Nilai jelek? Terus takut sama
gertakan ortu. Bayangan kemarahan ortu sudah membabi buta dalam pikiran. Kalau
ortu tipe penyabar dan motivator ulung mah, aman-aman saja. Tapiii, kalau
ortunya pengikut golongan “harus dapat nilai bagus”, ya, dapat nilai jelek bak
kiamat. Dimarahi, disuruh belajar tanpa henti, dilarang pergi ke sana-sini. Ugh!
Beda pendapat dengan ortu? Ah, siapa sih yang
nggak mengalami hal ini? Ekspektasi kita sama ortu beda. Kita mau A, ortu juga
A, tapi jalan yang ditempuh beda, perang urat saraf jadinya. Ortu pengin yang
terbaik buat kita, tapi caranya “pasaran” banget. Kita penginnya cara yang antimainstream.
Ortu pengin kita belajar. Metode belajar di pikiran ortu, ya, duduk manis di
meja, buka buku, pegang bolpen, dll. Tapi, metode belajar kita, duduk manis,
buka laptop/gadget, sambil tangan scroll
up-down materi. Ortu tahunya kita menghabiskan waktu saja. Dikira kita
sedang ber-haha-hihi. Kita udah belajar di sekolah seharian, gitu masih ditanya
kok nggak belajar? #glek!
Kita pengin kuliah ambil jurusan animasi.
Ortu nggak setuju. Masa depan suram kata mereka. Nggak masuk daftar jurusan
yang dibutuhkan pas penerimaan PNS, misalnya. Kita ngotot, ortu juga ngotot,
jadilah ngotot-ngototan.
Komunikasi! Kuncinya itu. Agar perang dunia
bisa dihindari, perang urat saraf pun bisa dibuang jauh. Ajak ortu komunikasi.
Utarakan keinginan kita dengan bahasa yang mereka pahami. Bikinin teh, sediakan
roti, baru ajak ortu ngobrol. “Yah, Bu, aku itu pengin ini lho ....”
Kalau ortu menolak gimana? Ya, jangan sekali
doang mencobanya. Ajak ngobrol berkali-kali. Kamu kasih contoh, ada kok yang
kuliah jurusan animasi, sukses hidupnya. Sebutkan tokoh-tokoh sukses tersebut.
Jelaskan pekerjaannya seperti apa. Gajinya berapa. Ortu lama-lama akan paham
kok. Yah, asal kita nggak nyerah. Kita juga harus menunjukkan kesungguhan dalam
meraih cita-cita itu. Jangan cuman ngomong doang tanpa bukti. Malahan kalau
bisa, tunjukkan prestasi.
3. Mereka yang sukses sejak remaja
a.
Bidang Tulis-menulis
Sebut saja Sherina Salsabila. Kalau kalian
nggak tahu siapa dia? Googling aja
deh. Sherina Salsabila, di usia yang masih muda belia, di tahun ke-5 berkarya
sudah menerbitkan 16 novel. Dia juga menerima penghargaan kebudayaan tahun
2015.
b. Fashion
Kita kenal si cantik Hana Tajima. Dia menjadi
mualaf pada saat usia 17 tahun. Kemudian dia sedikit “frustasi” melihat gaya
berbusana muslimah yang gitu-gitu aja. Jadilah dia tergerak untuk mendesain
busana muslimah yang trendi.
c.
Olahraga
Pernah dengar nama Jonathan Christie? Ihsan
Maulana Mustofa? Rio Haryanto? Aha ... kalian memang remaja gaul yang tak
ketinggalan zaman. Mereka adalah contoh remaja yang memanfaatkan masa remaja
sebagai ladang prestasi. Jojo, panggilan Jonathan Christie memenangkan
internasional senior pertama pada usia 15 tahun. Ihsan Maulana mendapat medali
emas beregu putra di Sea Games Singapura tahun 2015. Juga medali emas beregu di
Badminton Asia Team Championship 2016. Jojo dan Ihsan juga sering kita saksikan
berlaga di taraf internasional. Rio Haryanto? Doi adalah pebalap Indonesia
pertama yang menjajal mobil di Formula 1.
d.
Generasi Qurani
Yang sedang naik daun sekarang, Muzammil
Hasballah dan Wirda Mansur. Muzammil adalah mahasiswa ITB. Doi anaknya kalem,
pinter ngaji pula. Mahasiswa jurusan Teknik Arsitektur ini, kalau udah ngaji
... kamu bakal berkali-kali bergumam, masya
Allah, masya Allah. Merduuu sekali suaranya. Doi kerap menjadi imam di
masjid kampus.
Nah, yang kedua, Wirda Mansur. Tahu dong
siapa doi? Yup. Putri dari Ustadz Yusuf Mansur. Wirda itu hafidzah lho teman.
Kata dia nih, ya, waktu remaja lain sibuk dengan gadget, doi sibuk berkutat
dengan Quran. Baru bisa ber-gadget ria kalau sudah khatam. Ketika remaja lain
sibuk galau mikirin pacar, doi galau kalau hafalan nggak masuk-masuk. Ketika
remaja lain nangis gara-gara diputusin pacar, dia nangis sehari semalam atau
bahkan berminggu-minggu gegara hafalannya hilang. [1]
Dan sekarang, doi sedang belajar di Amerika. Wah, hebat bukan?
Masih banyak contoh-contoh remaja lain yang
berbakat dan sukses di bidangnya. Kalau kamu? Berminat di bidang apa?
4. Berhenti mengeluh, jadilah tangguh
Pernah
nggak sih punya teman yang dikit-dikit ngeluh, dikit-dikit bilang nggak bisa?
Risih nggak mendengarnya? Pasti risih dong, ya?
Nah,
coba bayangkan jika kamu berada di posisi mereka, si tukang mengeluh itu tadi.
Kamu mengeluh terus dan terus. Kira-kira temanmu akan risih juga nggak, ya?
Mereka akan betah temenan sama kamu nggak ya? Mereka akan pelan-pelan
menyingkir nggak ya?
Hmm
... mengeluh itu boleh saja, tapi sewajarnya. Misal, kamu dikasih PR buwanyak
sama guru kamu. Kamu berupaya mengerjakan satu per satu. Karena tenaga dan
pikiranmu sudah terkuras banyak, kamu pun mengeluh. Wajar, untuk mengurani
beban. Karena memang ada beban dan butuh untuk diringankan. Namun, menjadi tak
wajar jika tak ada beban, hidup udah enak, eh, ngeluh aja kerjaannya. Misal,
kamu yang biasanya dikasih uang jajan 10 ribu, mengeluh karena uang jajan hari
itu dipotong 5 ribu. Ortu sedang benar-benar tak ada uang. Kamu pun mengeluh.
Protes secara radikal: mogok makan. Ergh! Coba deh sekali-kali kamu main ke
tempat temanmu yang notabene anaknya orang “nggak punya”. Lihat perjuangan
mereka. Bisa jadi mereka nggak bawa uang jajan. Bisa jadi mereka harus berhemat
karena biaya hidup yang semakin hari semakin mencekik leher.
Coba
deh kita berpikir dari perspektif yang berbeda. Mengeluh untuk hal-hal yang
sesungguhnya masih bisa ditoleransi, itu merupakan hal yang sia-sia belaka.
Banyak hal bisa kita lakukan. Daripada mengutuk kegelapan, lebih baik kita
menyalakan lilin bukan?
Mengeluh, biasanya berasal dari
keadaan yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Namun, jika kita mau untuk
menerima dan mensyukuri, maka hal-hal seperti mengeluh, berpikir buruk tak
perlu kita lakoni. Tak seharusnya kita hanya berfokus kepada hal-hal buruk yang
menimpa kita. Di balik hal buruk, banyak hikmah yang tercipta di dalamnya.
Kita diberi uang saku yang biasanya
10 ribu, tapi cuma dikasih 5 ribu, kita jadi tahu “perjuangan” teman-teman lain
yang uang sakunya Cuma segitu. Kita belajar berempati. Dari situ, kita bisa
paham keadaan orang lain. Syukur-syukur, besok-besok kalau ada uang lebih kita
traktir teman yang uang sakunya 5 ribu tadi.
Kita hidup di zaman orang bebas
berekspresi. Tapi jangan sampai lepas kendali. Hampir semua orang yang mempunyai
gadget, juga punya media sosial. Media sosial pun bejibun jumlahnya. Dan media
sosial tersebut, seolah-olah diciptakan sebagai ladang mengeluh, pamer, cari
perhatian, dll. Coba cek media sosial kamu. Dalam sehari, ada berapa orang yang
mengeluh? Mengeluh karena cuaca panas, karena hujan, karena ban bocor, karena
bertemu mantan yang gandengan sama pacarnya #ups.
Sosial media itu bak pisau. Jika kau
menggunakannya secara benar, maka itu akan bermanfaat. Tapi jika salah, maka ia
hanya akan melukaimu. Bahkan sekarang muncul peribahasa baru: statusmu
harimaumu.
Please,
deh! Jadilah bijak untuk dirimu sendiri. Cara bahagia masing-masing orang
memang berbeda. Tapi, janganlah mencapai kebahagiaan dengan cara mengeluh.
Emang ada, ya, mengeluh yang menjanjikan bahagia di akhirnya? Nope.
Ketika kita posting status tentang keluhan “alay” di media sosial, bisa jadi
kita dapat banyak like. Tapi, apa itu
jaminan bahwa orang bersimpati kepada kita? Justru yang sering terjadi, mereka
jadi ilfeel dan si tukang keluh tadi
malah jadi bahan obrolan. Bahasa Jawanya sih, jadi bahan rasan-rasan.
“Kok,
dia jadi orang lembek banget sih?”
“Ah,
gitu aja dibikin status.”
Dan banyak komentar negatif lain.
Girls,
hidup cuma sekali. Berusahalah untuk menjadi manusia yang berarti. Manusia tak suka
mendengar kamu mengeluh, hanya Allah yang suka. Maka tujukan saja keluhanmu
kepada-Nya. Jika kamu kecewa terhadap hidup yang kamu jalani, obrolkan dengan
Rabb-mu. Karena Dia yang menulis skenario hidupmu. Kita hidup di era yang
membutuhkan perempuan-perempuan luar biasa. Tantangan hidup semakin ke sini
semakin besar. Jangan terbawa arus yang tak membawamu kepada kebaikan. So, berhenti mengeluh, dan jadilah
tangguh!
Biodata
singkat
Ayu
Wulan adalah penyuka biru langit dan apapun tentang cokelat. Suka menulis
(status) dan masuk dalam spesies manusia unpredictable.
Silakan bagi yang ingin kepo lebih lanjut bisa stalking di IG: @aweyuwulan atau twitter @ayu_wulan.
[1] Diambil
dari ceritabermotivasi.blogspot.id/2016/01/kisah-suka-duka-wirda-mansur-menghafal.html?m=1
Komentar
Posting Komentar