Langsung ke konten utama

Bau, Tapi Menggairahkan




Pasar.
Itulah yang bau, tapi menggairahkan. Ketika banyak yang mengeluh akan bau, justru hal itulah yang membuatku betah berlama-lama di sana. Di pasar, kita bisa melihat beragam manusia. Baik laki-laki dan perempuan. Dengan segala kepentingan. Tidak hanya sekadar jual beli, melainkan lebih kepada ikatan hati. Ya. Disadari atau tidak, hubungan batin alias chemistry orang-orang di pasar sangat kuat. Sebagai contoh, jika ada yang meninggal, walau hanya saudara salah satu ‘personil’ pasar, maka berbondong-bondong seisi pasar datang melayat. Pun jika ada undangan pernikahan. Walau tak dirayakan secara besar-besaran, tetap orang-orang di pasar akan datang bertandang.

Orang-orang di pasar? 
Ya. Mereka yang setiap hari berkutat di pasar. Mulai dari pedagang, tukang parkir, kuli panggul, sampai pembeli (red: biasa dipanggil bakul). Banyak orang bilang, pasar adalah sejelek-jeleknya tempat. Di sana, berbagai tema ghibah berseliweran. Tapi, lantas jangan lupakan hal ini. Pasar, juga bisa menjadi tempat curhat alias melegakan hati. Misal salah satu pedagang, seorang wanita tua. Di rumah, tak ada siapa-siapa. Anak-anaknya sudah hidup di tempat lain bersama kekasihnya (red: istri/suami). Si wanita tua itupun memilih untuk menyeka sepi dengan berbaur dengan teman-temannya di pasar. Teman yang bisa didapat di segala usia. Baik tua maupun muda. Baik laki-laki atau wanita.
http://watespahpoh.net/wp-content/uploads/2015/03/PasarTradisional.jpg
Ketika pasar disebut sebagai tempat bau, juga buruk. Sedih hati saya. Ibu saya bisa membesarkan saya, membiayai sekolah saya, memenuhi kebutuhan saya, lewat pasar. Beliau kayuh sepeda tuanya menuju pasar yang jaraknya 10 km dari rumah. Ketika sekarang saya sudah bekerja dan meminta beliau leren di rumah, ibu menolak. Ibu menjawab, “Nang omah meh ngopo? Nang pasar koncone akeh. Yen nang omah malah nglangut.” (Di rumah mau ngapain? Di pasar malah temannya banyak. Kalau di rumah sepi, kerjanya cuma melamun). 

Begitulah. Pasar yang notabene merakyat, dicap tempat buruk. Pasar yang dihuni rakyat jelata dan butuh dukungan menengah ke atas, disebut tempat berbau busuk. Hahaha ... Belanja di swalayan tak ada tawar-menawar. Ketika belanja di pasar, menawar sampai harga terendah? Oh, Tuhan. Sudah matikah rasa belas kasihan pada rakyat dari golongan menengah ke bawah?

Pasar.
Bagiku, bau tapi menggairahkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AWE SAMBAT #4

  Tuhan, pengen nabung nih. Banyak yang pengen saya lakukan. Butuh banyak uang. Boleh minta kerjaan? Tuhan pun ngasih kerjaan. . . Orang sukses: Alhamdulillah, ada kerjaan. Kerja kerja kerja! Selesai. Me: Alhamdulillah, ada kerjaan. Tapi, nanti aja deh. Lagi mager. Besoknya. DL masih lama. Ntar aja. Besoknya lagi. Ntar aja pas mepet DL. Pas udah DL. Ya ampun, gimana nih? Ak kudu mulai dari mana? *** Kaya gitu kok suka ngeluh hidup "cuma gitu-gitu aja". Flat. Monoton. Ya emang kamunya (kamu, We) ga ada aksi. Ga mau berubah. Udah gitu masih bisa senyam-senyum pula. Gila!

TERNYATA, SAYA ADALAH MANUSIA BUSUK BAGI BEBERAPA ORANG

Pernah ga sih merasa bahwa di dalam hidupmu yang kamu pandang baik-baik saja itu, ternyata kamu busuk bagi beberapa orang? Tanpa sengaja sikap, tutur, atau tulisanmu menyinggung yang lain. Itu yang sedang saya renungi sekarang. Jangan-jangan ... sering orang tersinggung dengan apa yang saya lakukan, apa yang saya tampilkan, apa yang saya tuliskan? Berkaca pada hubungan sosial saya dengan lingkungan. Ada teman yang bersikap B aja selayaknya teman. Ada yang memperlakukan saya bak senior. Dan ... ada yang dingin sama saya. Dan saya ingin membicarakan yang bersikap dingin sama saya ini. Saat pertama menyadari sikapnya, saya begitu benci. Saya pikir, "Kenapa ni anak kok beda banget klo sama saya? Sama yang lain bersikap B aja. Tapi klo sama saya kok serasa ada tembok tinggi? Kaku." Saya menyalahkan dia. Saya menyalahkan sikapnya. Sampai akhirnya, sampailah di pemikiran: Eh, kayaknya yang salah saya deh. Jangan-jangan, selama ini saya memperlakukan

BACKPAKER KE NEGERI JIRAN: MALAYSIA

Hai, hai, halo. Mau cerita tipis-tipis nih tentang "petualangan" saya ke Negeri Jiran dua tahun lalu. Iya, tahun lalu. Tapi, baru sempet nulisnya sekarang. Hahahaha. Kelihatan banget malesnya. Alhamdulillah, salah satu mimpi masa kecil #haish tercapai juga. Dari kecil saya tuh ngefans banget sama Riani Djangkaru. Si cewek tomboy, suka dolan, setrong, dan UWOW bangetlah di mata saya. Dulu doi jadi "pemeran utama" program JEJAK PETUALANG. Weslah, ya, intermezonya. Setelah paspor dan tiket ada di tangan, berangkatlah saya dan 5 temen saya ke Negeri Jiran. Kami berenam cewek semua. Tiga berangkat dari Solo, satu dari Surabaya, dan dua dari Jakarta. Kami berkumpul dan berangkat dari Bandara Soetta. Berangkat tengah malam, jadilah kami ngompreng dulu di Soetta. Maklum, janjian ketemuan jam 8 malam. Pesawat berangkat 00.30. Kan mayan kan ngomprengnya. Ngobrol ngalor-ngidul. Hingga datanglah waktu kudu antre panjang buat pemeriksaan tiket sama paspor. Alhamdulillah, s