Langsung ke konten utama

HARI PERTAMA DI PENANG


Setelah memenuhi hasrat makan, kami lanjut jalan. Spot kedua setelah makan di Hameediyah Tandoori House adalah Padang Kota Lama. Dari rumah makan ke sini butuh jalan kaki sekitar 20 menit. Jarak yang kami tempuh sekitar 1,6 km. Ga terlalu jauh. Ditambah kami menikmati sekali suasana di Georgetown (ibukota Pulau Penang). Bangunan tua, kuil-kuil, serta bau dupa di sekitar Litle India membius kami hingga lupa bahwa kami sedang berjalan kaki.






  1. Tujuan kami mau bersantai ria di pinggir pantai. Dan ternyata sebelum ke pantai kami disambut tanah lapang seperti alun-alun. Di sampingnya ada gedung besar bertuliskan MAJELIS BANDARAYA PULAI PINANG. Kami pun memilih istirahat  sejenak sambil foto.


Tak perlu berlama, hanya beberapa langkah, kami pun disuguhi pemandangan pantai, Yep. Kami pun akhirnya bisa berdiri di tepi pantai. Pantai di Padang Kota Lama.




Padang Kota Lama atau biasa disebut Esplanade adalah sebuah lokasi tepi pantai di jantung kota George Town, Penang, Malaysia.
Pantai ini kami jejak hanya beberapa jam setelah penerbangan Jakarta-Penang.  Karena memang menurut itinerary, hari pertama adalah eksplor pantai ini. ☺️ Waktu terbaik buat ke sini adalah sore. Mulai pukul 16.00/17.00an. Maghrib di Penang pukul 19.00 an. Jadi pas banget buat menikmati senja, duduk santai sambil curhat bareng teman.
Tapi, ada 1 hal yang bikin sebel pas ke sini ... Yakni ... lagi ada renovasi #LOL Nah, buat kalian yang ada rencana ke Penang, jangan lupa mampir ke sini. Klo mau irit, baiknya kamu bawa camilan dan minuman sendiri.
Puas menikmati suasana pantai, kami lanjut jalan-jalan menikmati bangunan-bangunan tua. Keren-keren, ya. Hahaha. Soalnya jarang banget ketemu sama kota yang satu kota isinya bangunan tua. Biasanya kan cuma satu dua. Pas muter-muter kok kami jadi keinget sama Dataran Merdeka di Kuala Lumpur. Mereka punya vibe yang sama gitu.
Udah sampai sini, ga afdol dong klo ga foto-foto.





Ga heran sih ya klo Georgetown dinobatkan jadi salah satu kota yang menjadi situs warisan UNESCO. Bangunan-bangunan tua ga digunakan sebagai hiasan semata, tapi dimanfaatkan. Ada yang jadi restoran, pub, kantor pemerintahan, toko, bank, dan lainnya. Masuk ke Seven Eleven misalnya. Serasa lagi masuk museum. Hahaha.




Saat matahari sudah menyembunyikan sinarnya, kami pun lanjut mencari makan. Kami berencana makan mie sotong sebagai makan malam. Menurut review di Google, tempat yang akan kami kunjungi memanglah terkenal. Karena pas sampai sana, kami kaget sekaget-kagetnya dengan antrean yang mengular. Wew, antre part II.




Hameed Pata Mee Sotong. Berlokasi di foodcourt Esplanade. Foodcourt ini ga jauh dari pantai. Di samping alun-alun yang saya sebut di atas tadi. Sebagai destinasi kuliner yang banyak direkomendasikan oleh food blogger, kamu kudu sabar pake banget buat menyantap mie ini. Antre kurang lebih setengah jam, dan makannya cuma lima menit. Karena memasuki waktu mau close order, mie yang tersedia tinggal yang goreng. No worry no worry. Toh kami sudah lapar. Dikasih goreng atau kuah mah ayuh aja. Hahaha. Dan ... mengantre selama itu worth it banget sih. Karena makanan ini bener-bener enak banget. Porsinya pas. Harganya ... emm, standar sih.
Dengan habisnya mie sotong, perjalanan hari pertama kami di Penang pun berakhir. Jangan lupa baca kelanjutan traveling hari kedua di Penang, ya! See ya!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Banyak Ditentang, Sebenarnya Childfree Itu Sebuah Ancaman Atau Ketidaksiapan Atas Perbedaan?

Ada netizen yang upload foto anaknya 24/7, society fine-fine saja. Namun, ketika ada seorang netizen upload pendapat pribadi, di lapak sendiri, testimoni pribadi pula, dianggap sebagai ancaman. Yakni seseorang yang memilih Childfree!!! Padahal kalau dipikir-pikir,  manusia itu makhluk dinamis. Apa yang dipikirkan detik ini, belum tentu lima menit berikutnya masih disepakati. Manusia itu makhluk terlabil sedunia, Beb. 😁 No offens, ya Ges ya. Ak cuma menyoroti kenapa kita enggak siap menerima perbedaan. Soal perlakuan bar-bar Gitasav juga, pernah enggak kalian riset atau apa, ya, istilahnya, merenung #halah kenapa seorang Gitasav bisa sebrutal itu ke netizen? Lelahkah ida? Karena jauuuuh sebelum masalah childfree, ada soal ‘stunting’ juga yang dia sebut, dia juga sudah sering diserang dan dikata-katain. Hehe Istilahnya, ojo jiwit yen ora gelem dijiwit. Pas Gitasav nyerang balik, eh, netijen baper ✌️🫢🏻 Eh, ini saya bukan lagi membela ea. Cuma mencoba melihat dari 2 sisi. Soalny...

KENAPA ORANG LEBIH SUKA NGASIH NASIHAT KETIMBANG SEMANGAT?

 Netijen: Lebay banget sih, gitu aja distatusin? Lo kere ya? Sampai ga bisa makan? Me: Anjay. πŸ˜‚ Cara tiap orang mengelola emosi, cara orang menghadapi masalah diri, cara orang untuk 'ngomong' itu beda-beda keleus. Kalau kamu tipe penyabar, tipe diem doang saat dihadapkan sama masalah yang sama kaya saya, ya monggo. Dipersilakan. Saya malah salut. Karena orang sabar disayang Tuhan. Saya punya cara sendiri. Urusan ga sabar, urusan ga disayang Tuhan, itukan hak prerogatif Tuhan.  Kasus beda perlakuan, beda cara memperlakukan warga, tetangga, itu udah jadi persoalan klasik di setiap masyarakat. Hambok deloken chat di WhatsApp ku. Isine wong do curhat. Cuma mereka orangnya sabar, jadi diem aja.  Saya ga masalah kok engga dapat beras, engga dapat sembako, saya punya duit. Alhamdulilah.  Yang jadi masalah adalah ... beda perlakuan. Kenapa harus membeda-bedakan? Berarti kasus ada tetangga mati sampai berhari-hari itu karena kasus kaya gini? Alhamdulillahnya, kemarin Pak RT ...

AWE SAMBAT #4

  Tuhan, pengen nabung nih. Banyak yang pengen saya lakukan. Butuh banyak uang. Boleh minta kerjaan? Tuhan pun ngasih kerjaan. . . Orang sukses: Alhamdulillah, ada kerjaan. Kerja kerja kerja! Selesai. Me: Alhamdulillah, ada kerjaan. Tapi, nanti aja deh. Lagi mager. Besoknya. DL masih lama. Ntar aja. Besoknya lagi. Ntar aja pas mepet DL. Pas udah DL. Ya ampun, gimana nih? Ak kudu mulai dari mana? *** Kaya gitu kok suka ngeluh hidup "cuma gitu-gitu aja". Flat. Monoton. Ya emang kamunya (kamu, We) ga ada aksi. Ga mau berubah. Udah gitu masih bisa senyam-senyum pula. Gila!