Memasuki hari ke-51 semenjak ibu mulai demensia. Mau flashback dikit ke tanggal 1 Januari. Subuh, ibu seperti biasa ke masjid. Namun, ibu cuma pakai mukena bagian atas saja. Bagian bawahnya enggak dibawa. Alhamdulillah ada tetangga baik yang bantuin ibu untuk pake mukena masjid.
Sejak itu, kepikunan ibu mulai terlihat. Ibu lupa melakukan aktivitas. Lupa cara pakai baju. Lupa cara pakai mukena. Lupa cara matiin lampu. Lupa cara ambil nasi, dan lain sebagainya.
Akhirnya, ya, aku sadar kalau ibu udah mulai kena demensia alias kepikunan.
Enggak pernah terpikir olehku, kalau aku bakalan melewati fase ini. Ibu mulai 'kehilangan jati diri'. Aku mulai kehilangan ibu. Ibu yang dulu hangat berubah jadi Kang Ngomel.
Takdir dadakan kaya tahu bulat ini bener-bener bikin hidupku berubah drastis. Karena sejak tahu kalau ibu pikun, semua pekerjaan rumah aku yang handle. Aku juga mulai mikirin gimana ngasih makan sendiri dan ibu.
Semua kenyamanan yang bertahun-tahun aku nikmati, terasa dicabut semua. Dulu bangun tidur, sarapan udah tersedia. Tinggal makan, lalu kerja. Dulu pulang kerja, baju kotor udah dicuci semua. Kurang nyaman gimana?
Mungkin karena udah enggak bisa ngerasain kenyamanan itulah, makanya aku berubah jadi anak yang enggak sabar, tukang marah-marah. Soalnya masih denial, bener-bener masih enggak terima kenapa dikasih takdir macam gini. Masih susah menerima takdir. Makanya aku ketika merawat ibu kelihatan banget enggak tulusnya.
Dan ternyata ... ketidaktulusanku ini bisa dibaca ibu. Ibu melihat dirinya sebagai beban, dan ia bener-bener merasa bersalag karena sakitnya nambah.
Sebenarnya ibu juga enggak tega lihat aku akhirnya melakukan apa saja sendirian. Tapi di sisi lain, ibu juga enggak bisa bantu.
Sampai akhirnya ... mulai akhir Januari ibu mulai delusi. Bener-bener mulai halusinasi. Katanya di rumahku ada cowok. Katanya aku jadi selingkuhan lelaki beristri dan beranak. Katanya duitku habis buat itu cowok. Delusinya makin parah, dan aku tiap hari kena marah.
Ibu marah-marah, aku marah-marah, berujung tidak ada kehangatan di rumah. Aku benci tiap kali lihat ibu, dan ibu pun gitu.
Rumah bener-bener kaya neraka. Karena rumah bener-bener dingin, akhirnya ibu mulai enggak betah di rumah. Pertama-tama, ia keliling ke rumah adik-adiknya dan nyuruh mereka buat ngusir cowok yang afa di kamarku. Karena enggak ada tanggapan, akhirnya mulai keluar rumah. Katanya dia mau minggat. Percobaan minggat itu udah berlangsung berkali-kali. Tapi selalu ketemu dan diajak pulang sama bulik dan sepupu.
Ibu makin parah delusi dan marah-marahnya. Sampai akhirnya ... aku nyari tahu lebih lanjut soal demensia. Alhamdulillah ketemu channel Youtube Alzhi Indonesia.
Di sana aku bener-bener dapat ilmu buwanyak banget terkait demensia. Plus dapat tips merawat ODD (Orang dengan Demensia).
Alhamdulillah, akhirnya aku dapat 'hidayah'. Aku pun berniat untuk jadi anak baik dan manisnya ibu. Bahwa ternyata, kondisi ODD itu tergantung caregiver-nya. Kalau caregiver bahagia, maka ODD juga akan bahagia. Kalau caregiver marah-marah melulu, ODD juga akan marah-marah terus.
Akhirnya, pada hari ke-51, aku kembali ke diriku yang dulu. Jadi anak baik dan manis. Dan benar, ketika aku tenang, sabar, bersikap lembut, ibu juga ikut tenang dan lembut.
Aku mulai mindful dan sadar bahwa satu-satunya jalan, ya, aku harus merawat ibu dengan baik dan penuh kesabaran. Toh, ketika ibu marah-marah dan ngomong hal yang kejam ke aku, itu bukan ibu yang ngomong. Ibu ngomong gitu penyebabnya karena sakit. Sakit pikun.
Bismillah. Allah, berilah kemudahan dan kelancaran kepadaku untuk merawat ibuku. Aku minta ibu diberi kesembuhan, at least enggak makin parah. Dan berikanlah ampunan juga kepadaku karena sudah bersikap zalim ke ibu.
Komentar
Posting Komentar