Banyak pertanyaan untuk Tuhan. Dan pertanyaan-pertanyaan itu berawal dari segala sesuatu yang saya sering sebut: ketidakadilan.
Kenapa saya begini?
Kenapa saya begitu?
Kenapa takdir yang saya terima begini?
Kenapa yang saya ekspektasikan meleset dari perkiraan?
Banyak pertanyaan.
Banyak kegelisahan.
Banyak kekecewaan.
Ya. Saya bukan orang baik. Saya bukan orang religius.
Saya orang munafik?
Bisa jadi.
Saya orang yang omong doang?
Sering kali.
Saya bukan tipe orang yang mudah legowo. Menerima apa pun takdir Tuhan dengan hati lapang.
Selalu ada ganjalan dan pertentangan. Sering kali saya mempertanyakan kepada Tuhan: Kenapa harus saya?
Kenapa kaya gini lagi?
Kenapa?
Kenapa?
Kenapa?
Setelah banyak pertanyaan terlontar, waktu berlalu, dan seperti itulah cara saya mendapat jawaban.
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya sendiri.
Kenapa Tuhan memberi takdir A.
Kenapa Tuhan memberi takdir B.
Dijawab oleh waktu, satu per satu.
Maka daripada itu, saya selalu menjadi orang yang terlambat.
Terlambat memahami.
Terlambat mengeksekusi.
Tahukah kau apa arti kata terlambat?
Kau tidak mendapat apa yang bisa kau dapat.
Kau kehilangan sesuatu yang berharga, karena meleset dari perkiraan.
Kau kehilangan kesempatan.
Sia-siakah?
Bisa jadi.
Karena itu tergantung persepsi.
Oleh sebab saya adalah tipe orang filosofis, saya selalu mencoba untuk mengambil hikmah atas segala sesuatu. Mulai dari hal remeh dan receh sampai ujian berat yang bikin mental down.
Perenungan-perenungan yang saya pelajari setelah jawaban-jawaban itu datang.
Ah, saya memang manusia bebal.
Manusia tak tahu diri.
Karena tidak mungkin Tuhan memberi takdir yang salah. Prasangkaku sendiri saja yang sering goyah dan berubah-ubah arah.
Komentar
Posting Komentar