Langsung ke konten utama

Asyiknya Putus Cinta

Masa remaja adalah masa keemasan awal manusia. Pencarian jati diri, perang melawan nafsu, serta buih-buih cinta mulai terasa. Karena masih dalam proses pencarian jati diri itulah, banyak remaja yang terbingung-bingung sampai terbengong-bengong menghadapi ce-i-en-te-a alias cinta. Pertama-tama, mereka meraba-raba, kemudian hanyut akan suasananya, kemudian merasakan bungah karenanya, sampai akhirnya ada yang tersayat luka karena tajamnya pisau cinta yang mematahkan sayap si empunya cinta. Cinta tak bermenejemen baik memang lebih banyak menimbulkan sengsara dari pada nikmatnya.
Jatuh cinta memang ajaib rasanya. Sehingga ketika seseorang diberi anugerah perasaan cinta, hanya hal-hal indah yang dirasa. Pahit, getir, buruk laku, dan hal-hal negatif dari pasangan lewat bak angin sepoi. Begitu juga dengan kisah dalam antologi ini. Berisikan 9 kisah para jomblo “berprinsip” yang memilih untuk memutuskan tali cinta dari pada menumpuk dosa di hadapan Tuhannya. Hampir semua kisah bercerita tentang pengalaman si tokoh dalam mengarungi bahtera kehidupan remaja dengan kelap-kelip lampu romantisme. Namun, hampir semua tokoh cerita juga merasa bahwa hal tersebut adalah salah. Menjalin hubungan pranikah adalah salah. Bahkan, haram hukumnya. Para tokoh menemukan pencerahan dan jalan “kembali” ke hidayah Tuhan dengan pengalaman masing-masing.
Buku ini menawarkan kisah-kisah inspiratif melalui pengalaman para tokoh. Seperti tokoh Aku di salah satu judul antologi “Antara Aku, Fahri, Azzam, dan Kang Abik” karya As’ad Sulaiman. Si Aku, seorang pemuda yang sedang studi di Mesir. Hafidz 30 juz. Suatu hari, dia bertemu dengan dua orang gadis senegaranya di kereta api ketika perjalanan menuju Kairo. Salah satu gadis telah memikat hatinya. Berlatar sama dengan kisah novel besutan Kang Abik, si Aku berharap kisahnya akan sama dengan Fahri maupun Azzam. Karena pertemuan intens di kereta, akhirnya timbullah benih-benih cinta di hati keduanya. Dimulai dengan kenalan, sampai akhirnya komunikasi intens.  Namun, malang tak dapat ditolak. Si gadis pemikat hati telah dilamar oleh ustadz si Aku. Walau si gadis sempat meminta si Aku untuk menikahinya segera sebelum tanggal pernikahan dengan sang ustadz ditetapkan, si Aku menolak. Dia sadar, selama ini cinta telah berhasil mengelabuhinya. Pada akhirnya, si Aku pun merelakan gadis pujaannya menikah dengan lelaki lain. Lelaki yang memang telah siap menjadi imamnya. Dia? Meneruskan hidupnya. Dan menambal hari-hari yang telah dia siakan karena menanggapi gejolak hatinya.
            Selain kisah inspiratif, buku ini juga dibawakan dengan bahasa yang ringan. Walau terdiri dari sejumlah penulis berbeda, pembaca tetap bisa dimanjakan dengan sajian diksi yang mudah dipahami. Di halaman 94 bahkan disajikan puisi romantis tentang hakikat cinta sejati. Berikut cuplikan puisi tersebut:
            Padahal seharusnya cinta itu mulia
Dipinta atas ijin Kuasa, lalu dibangun hingga ke surga
Maafkan, aku harus putuskan engkau Dinda
Sebab aku ingin menjagamu dari catatan dosa

Kekurangan antologi ini terdapat di kavernya. Pemilihan warnanya tidak tepat. Judul seharusnya dibuat menonjol, namun justru terlihat tidak menonjol karena ada warna lebih kuat yang melingkupi judul. Kekurangan lain seperti beberapa typo  dan salah pembentukan kata di beberapa bagian. Seperti di halaman 148, kata dimana seharusnya di mana. Namun, secara garis besar, buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca. Terutama para remaja, yang notabene sedang mudah tersulut oleh nyala api yang membara. Apalagi untuk mereka yang sedang diputus cinta, kisah di dalamnya mungkin bisa menjadi pelipur lara dan penghapus duka. Siapa tahu juga, kisah di dalamnya bisa menjadi semangat dalam menggapai cita. Putus cinta tidak selalu berujung lara, justru penuh hikmah dan mengasyikkan. Selamat membaca!

Judul:                          Gue Berani Putusin Elo!
Penulis:                        As'ad Sulaiman, Alma Nur Oktavia, Rania Kusuma, Tiwi Mustar, Mita Rakasiwi, Oksa Putra Yuza, K'nan, Ayka Noura, Tafrid Huda
Penyunting bahasa:     Asri Istiqomah
Penerbit:                      Indiva Media Kreasi
Halaman:                     168 hlm
Ukuran:                       13cm  x 19 cm
Harga:                                     Rp 29.000,00
Peresensi:                     Aweyuwulan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Banyak Ditentang, Sebenarnya Childfree Itu Sebuah Ancaman Atau Ketidaksiapan Atas Perbedaan?

Ada netizen yang upload foto anaknya 24/7, society fine-fine saja. Namun, ketika ada seorang netizen upload pendapat pribadi, di lapak sendiri, testimoni pribadi pula, dianggap sebagai ancaman. Yakni seseorang yang memilih Childfree!!! Padahal kalau dipikir-pikir,  manusia itu makhluk dinamis. Apa yang dipikirkan detik ini, belum tentu lima menit berikutnya masih disepakati. Manusia itu makhluk terlabil sedunia, Beb. 😁 No offens, ya Ges ya. Ak cuma menyoroti kenapa kita enggak siap menerima perbedaan. Soal perlakuan bar-bar Gitasav juga, pernah enggak kalian riset atau apa, ya, istilahnya, merenung #halah kenapa seorang Gitasav bisa sebrutal itu ke netizen? Lelahkah ida? Karena jauuuuh sebelum masalah childfree, ada soal ‘stunting’ juga yang dia sebut, dia juga sudah sering diserang dan dikata-katain. Hehe Istilahnya, ojo jiwit yen ora gelem dijiwit. Pas Gitasav nyerang balik, eh, netijen baper ✌️🫢🏻 Eh, ini saya bukan lagi membela ea. Cuma mencoba melihat dari 2 sisi. Soalny...

KENAPA ORANG LEBIH SUKA NGASIH NASIHAT KETIMBANG SEMANGAT?

 Netijen: Lebay banget sih, gitu aja distatusin? Lo kere ya? Sampai ga bisa makan? Me: Anjay. πŸ˜‚ Cara tiap orang mengelola emosi, cara orang menghadapi masalah diri, cara orang untuk 'ngomong' itu beda-beda keleus. Kalau kamu tipe penyabar, tipe diem doang saat dihadapkan sama masalah yang sama kaya saya, ya monggo. Dipersilakan. Saya malah salut. Karena orang sabar disayang Tuhan. Saya punya cara sendiri. Urusan ga sabar, urusan ga disayang Tuhan, itukan hak prerogatif Tuhan.  Kasus beda perlakuan, beda cara memperlakukan warga, tetangga, itu udah jadi persoalan klasik di setiap masyarakat. Hambok deloken chat di WhatsApp ku. Isine wong do curhat. Cuma mereka orangnya sabar, jadi diem aja.  Saya ga masalah kok engga dapat beras, engga dapat sembako, saya punya duit. Alhamdulilah.  Yang jadi masalah adalah ... beda perlakuan. Kenapa harus membeda-bedakan? Berarti kasus ada tetangga mati sampai berhari-hari itu karena kasus kaya gini? Alhamdulillahnya, kemarin Pak RT ...

AWE SAMBAT #4

  Tuhan, pengen nabung nih. Banyak yang pengen saya lakukan. Butuh banyak uang. Boleh minta kerjaan? Tuhan pun ngasih kerjaan. . . Orang sukses: Alhamdulillah, ada kerjaan. Kerja kerja kerja! Selesai. Me: Alhamdulillah, ada kerjaan. Tapi, nanti aja deh. Lagi mager. Besoknya. DL masih lama. Ntar aja. Besoknya lagi. Ntar aja pas mepet DL. Pas udah DL. Ya ampun, gimana nih? Ak kudu mulai dari mana? *** Kaya gitu kok suka ngeluh hidup "cuma gitu-gitu aja". Flat. Monoton. Ya emang kamunya (kamu, We) ga ada aksi. Ga mau berubah. Udah gitu masih bisa senyam-senyum pula. Gila!