Lahir di keluarga open minded, suportif, dan demokratis ... itu privilege.
Ketika kamu cerita soal cita-cita, mau setinggi apa pun itu, orang tua mengaminkan.
Ketika kamu cerita soal kegelisahan, kekhawatiran, kegagalan, mau sesedih dan sedown apa pun, orang tua menyediakan bahu untuk bersandar.
Ketika kamu menceritakan tentang kesuksesan dan pencapaian, orang tua akan bertepuk tangan dan memberi pelukan.
***
Setiap orang punya batas sensitivitas masing-masing.
Setiap orang punya titik bapernya masing-masing.
Karena setiap orang punya perjuangannya masing-masing. Privilege-nya masing-masing.
Setiap orang punya cerita.
***
Karena ada banyak kisah yang ....
Ketika cerita tentang cita-cita, mau setinggi apa pun, orang tua justru menjatuhkan dan bilang: Halah, jadi orang ga usah muluk-muluk.
Ketika kamu cerita tentang kegelisahan, kekhawatiran, kegagalan, mau sesedih dan sedown apa pun, orang tua justru bilang: Halah, gitu aja nyerah.
Ketika kamu menceritakan tentang kesuksesan dan pencapaian, orang tua hanya komen; lha terus?
.
.
.
Dan hal itulah yang menciptakan ... inner child. Rasa sakit, luka, trauma pada masa kecil yang terbawa sampai dewasa. Pengaruhnya luar biasa. Mulai dari rasa rendah diri, takut memutuskan sesuatu, susah kontrol emosi, dan hal-hal negatif lain.
Semakin mengenal diri sendiri, semakin banyak luka dan trauma yang harus dihadapi. Dan salah satu solusinya adalah dengan berdamai dengan diri sendiri. Padahal berdamai dengan diri sendiri susahnya setengah mati.
Memang benar apa kata orang, setelah diri sendiri, musuh besar kedua adalah keluarga sendiri.
Komentar
Posting Komentar