Langsung ke konten utama

Keluarga adalah Musuh Besar Kedua

Lahir di keluarga open minded, suportif, dan demokratis ... itu privilege.


Ketika kamu cerita soal cita-cita, mau setinggi apa pun itu, orang tua mengaminkan.


Ketika kamu cerita soal kegelisahan, kekhawatiran, kegagalan, mau sesedih dan sedown apa pun, orang tua menyediakan bahu untuk bersandar.


Ketika kamu menceritakan tentang kesuksesan dan pencapaian, orang tua akan bertepuk tangan dan memberi pelukan.


***


Setiap orang punya batas sensitivitas masing-masing.

Setiap orang punya titik bapernya masing-masing.


Karena setiap orang punya perjuangannya masing-masing. Privilege-nya masing-masing.


Setiap orang punya cerita.


***


Karena ada banyak kisah yang ....


Ketika cerita tentang cita-cita, mau setinggi apa pun, orang tua justru menjatuhkan dan bilang: Halah, jadi orang ga usah muluk-muluk.


Ketika kamu cerita tentang kegelisahan, kekhawatiran, kegagalan, mau sesedih dan sedown apa pun, orang tua justru bilang: Halah, gitu aja nyerah.


Ketika kamu menceritakan tentang kesuksesan dan pencapaian, orang tua hanya komen; lha terus?

.

.

.

Dan hal itulah yang menciptakan ... inner child. Rasa sakit, luka, trauma pada masa kecil yang terbawa sampai dewasa. Pengaruhnya luar biasa. Mulai dari rasa rendah diri, takut memutuskan sesuatu, susah kontrol emosi, dan hal-hal negatif lain. 


Semakin mengenal diri sendiri, semakin banyak luka dan trauma yang harus dihadapi. Dan salah satu solusinya adalah dengan berdamai dengan diri sendiri. Padahal berdamai dengan diri sendiri susahnya setengah mati.


Memang benar apa kata orang, setelah diri sendiri, musuh besar kedua adalah keluarga sendiri.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

AWE SAMBAT #4

  Tuhan, pengen nabung nih. Banyak yang pengen saya lakukan. Butuh banyak uang. Boleh minta kerjaan? Tuhan pun ngasih kerjaan. . . Orang sukses: Alhamdulillah, ada kerjaan. Kerja kerja kerja! Selesai. Me: Alhamdulillah, ada kerjaan. Tapi, nanti aja deh. Lagi mager. Besoknya. DL masih lama. Ntar aja. Besoknya lagi. Ntar aja pas mepet DL. Pas udah DL. Ya ampun, gimana nih? Ak kudu mulai dari mana? *** Kaya gitu kok suka ngeluh hidup "cuma gitu-gitu aja". Flat. Monoton. Ya emang kamunya (kamu, We) ga ada aksi. Ga mau berubah. Udah gitu masih bisa senyam-senyum pula. Gila!

TERNYATA, SAYA ADALAH MANUSIA BUSUK BAGI BEBERAPA ORANG

Pernah ga sih merasa bahwa di dalam hidupmu yang kamu pandang baik-baik saja itu, ternyata kamu busuk bagi beberapa orang? Tanpa sengaja sikap, tutur, atau tulisanmu menyinggung yang lain. Itu yang sedang saya renungi sekarang. Jangan-jangan ... sering orang tersinggung dengan apa yang saya lakukan, apa yang saya tampilkan, apa yang saya tuliskan? Berkaca pada hubungan sosial saya dengan lingkungan. Ada teman yang bersikap B aja selayaknya teman. Ada yang memperlakukan saya bak senior. Dan ... ada yang dingin sama saya. Dan saya ingin membicarakan yang bersikap dingin sama saya ini. Saat pertama menyadari sikapnya, saya begitu benci. Saya pikir, "Kenapa ni anak kok beda banget klo sama saya? Sama yang lain bersikap B aja. Tapi klo sama saya kok serasa ada tembok tinggi? Kaku." Saya menyalahkan dia. Saya menyalahkan sikapnya. Sampai akhirnya, sampailah di pemikiran: Eh, kayaknya yang salah saya deh. Jangan-jangan, selama ini saya memperlakukan

BACKPAKER KE NEGERI JIRAN: MALAYSIA

Hai, hai, halo. Mau cerita tipis-tipis nih tentang "petualangan" saya ke Negeri Jiran dua tahun lalu. Iya, tahun lalu. Tapi, baru sempet nulisnya sekarang. Hahahaha. Kelihatan banget malesnya. Alhamdulillah, salah satu mimpi masa kecil #haish tercapai juga. Dari kecil saya tuh ngefans banget sama Riani Djangkaru. Si cewek tomboy, suka dolan, setrong, dan UWOW bangetlah di mata saya. Dulu doi jadi "pemeran utama" program JEJAK PETUALANG. Weslah, ya, intermezonya. Setelah paspor dan tiket ada di tangan, berangkatlah saya dan 5 temen saya ke Negeri Jiran. Kami berenam cewek semua. Tiga berangkat dari Solo, satu dari Surabaya, dan dua dari Jakarta. Kami berkumpul dan berangkat dari Bandara Soetta. Berangkat tengah malam, jadilah kami ngompreng dulu di Soetta. Maklum, janjian ketemuan jam 8 malam. Pesawat berangkat 00.30. Kan mayan kan ngomprengnya. Ngobrol ngalor-ngidul. Hingga datanglah waktu kudu antre panjang buat pemeriksaan tiket sama paspor. Alhamdulillah, s