Langsung ke konten utama

VIRALNYA FENOMENA FATHERLESS: SAATNYA ORANG TUA INTROSPEKSI


 

Lagi rame soal fatherless. Udah nggak asing, dong, ya? Karena 'fenomena' ini lagi viral dibahas di mana-mana.

Tapi, kalau ada di antara kamu yang bingung: fatherless apaan sih? Ya sudah, aku kasih sedikit gambaran, ya!

Fatherless adalah sebuah fenomena di mana anak tumbuh tanpa figur seorang ayah. Ayah hanya sekadar 'mesin' pencari nafkah. Ayah tidak mau ikut dalam pengasuhan anak. Singkatnya: ayah menyerahkan sepenuhnya pengasuhan anak kepada istri, ayah hanya terima beres. 

Alias ayah yang berprinsip: TUGASKU HANYA MENCARI NAFKAH! 

Yang lebih bikin miris lagi, ternyata INDONESIA PERINGKAT TIGA FATHERLESS COUNTRY DI DUNIA. Halooo, ini dunia lo, ya! Bukan sekadar seAsia Tenggara saja.

Innalillahi!

Penyebab fatherless apa sih? Banyak!

Perceraian orang tua, patriarki, kematian, orang tua yang tidak punya ilmu parenting basic, atau bisa juga gangguan mental pada orang tua. Tentu masih banyak faktor lain yang belum ditulis di sini.

Dampak fatherless? Tak kalah banyak:

1. Self-esteem rendah pada anak

2. Mudah dirayu bujukan lelaki/wanita lain, sehingga bisa menjadi BUCIN TOLOL

3. Banyak tindakan kriminal

4. Minder/insecure akut

5. Gangguan kejiwaan 

6. Perasaan takut, khawatir, dan tidak percaya diri menatap masa depan

7. Masih banyak lagi

Saya ingin fokus menyoroti dampak fatherless untuk anak perempuan. Karena sosok ayah tidak ditemukan oleh anak perempuannya, dia akan mudah dibuai dengan rayuan lelaki.

Kalau lelakinya baik, ya, no worry.

Kalau lelakinya bekat? ya, innalillahi.

Dear, anak perempuan. Kalian harus berjuang ekstra untuk menemukan sebenar-benar jati sendiri, harus menambal 'sesuatu yang hilang' dalam diri. Dan wajib mengutamakan logika ketimbang hati. Kudu pinter-pinter membentengi diri.

Hidup cuma sekali, jangan mau rugi.

Nikmati ketidaksempurnaanmu (karena ketidakhadiran 'ayahmu') dengan cara ....

Ya, satu-satunya cara, yang utama: acceptance. 

Iyain aja. Akui kalau you are not okay. Validasi perasaan itu. Kalau kamu sudah selesai dengan perasaanmu, berdamai dengan dirimu, ambil langkah selanjutnya .... maafkan ayahmu!

Paling enggak, ini bagus untuk mentalmu. Jangan sampai ... selamanya kamu hanya hidup sebagai 'korban.

O, iya. Fenomane fatherless ini juga harus disadari oleh para ibu, ya. hehe. Jika tahu kalau anaknya jadi father hunger, ya minta tolong dimediasi. Ajak suaminya ngobrol. Ajak anaknya ngobrol. Ajak sekeluarga ngobrol. Jangan cuma menghakimi anak--misalnya. Hehe.

Anak itu ga bisa milih lahir dari orang tua mana lo, ya. Dan mendidik anak kan harus sesuai zamannya. Jadi enggak ada tuh istilah: pas jamanku mbiyen, aku ki ....

Haish! Wes bedo jaman, Bu. 

Milenial sama gen-Z aja perbedaannya jauh banget. terlebih GenZ sama boomer.

A ow!

Seorang ibu: angel ngandani bojoku ki. 

Emm, iyo sih wkwkwk.

Problema terbesar hidup di negara patriarki memang gini. Pengasuhan anak diserahkan sepenuhnya ke istri/ibu. Bapak gur terima beres. Makane akeh kasus: anake kyai, anake pejabat, anake guru kok MBA, susah diatur. Yo kudune ortune barang introspeksi.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Banyak Ditentang, Sebenarnya Childfree Itu Sebuah Ancaman Atau Ketidaksiapan Atas Perbedaan?

Ada netizen yang upload foto anaknya 24/7, society fine-fine saja. Namun, ketika ada seorang netizen upload pendapat pribadi, di lapak sendiri, testimoni pribadi pula, dianggap sebagai ancaman. Yakni seseorang yang memilih Childfree!!! Padahal kalau dipikir-pikir,  manusia itu makhluk dinamis. Apa yang dipikirkan detik ini, belum tentu lima menit berikutnya masih disepakati. Manusia itu makhluk terlabil sedunia, Beb. 😁 No offens, ya Ges ya. Ak cuma menyoroti kenapa kita enggak siap menerima perbedaan. Soal perlakuan bar-bar Gitasav juga, pernah enggak kalian riset atau apa, ya, istilahnya, merenung #halah kenapa seorang Gitasav bisa sebrutal itu ke netizen? Lelahkah ida? Karena jauuuuh sebelum masalah childfree, ada soal ‘stunting’ juga yang dia sebut, dia juga sudah sering diserang dan dikata-katain. Hehe Istilahnya, ojo jiwit yen ora gelem dijiwit. Pas Gitasav nyerang balik, eh, netijen baper ✌️🫢🏻 Eh, ini saya bukan lagi membela ea. Cuma mencoba melihat dari 2 sisi. Soalny...

KENAPA ORANG LEBIH SUKA NGASIH NASIHAT KETIMBANG SEMANGAT?

 Netijen: Lebay banget sih, gitu aja distatusin? Lo kere ya? Sampai ga bisa makan? Me: Anjay. πŸ˜‚ Cara tiap orang mengelola emosi, cara orang menghadapi masalah diri, cara orang untuk 'ngomong' itu beda-beda keleus. Kalau kamu tipe penyabar, tipe diem doang saat dihadapkan sama masalah yang sama kaya saya, ya monggo. Dipersilakan. Saya malah salut. Karena orang sabar disayang Tuhan. Saya punya cara sendiri. Urusan ga sabar, urusan ga disayang Tuhan, itukan hak prerogatif Tuhan.  Kasus beda perlakuan, beda cara memperlakukan warga, tetangga, itu udah jadi persoalan klasik di setiap masyarakat. Hambok deloken chat di WhatsApp ku. Isine wong do curhat. Cuma mereka orangnya sabar, jadi diem aja.  Saya ga masalah kok engga dapat beras, engga dapat sembako, saya punya duit. Alhamdulilah.  Yang jadi masalah adalah ... beda perlakuan. Kenapa harus membeda-bedakan? Berarti kasus ada tetangga mati sampai berhari-hari itu karena kasus kaya gini? Alhamdulillahnya, kemarin Pak RT ...

AWE SAMBAT #4

  Tuhan, pengen nabung nih. Banyak yang pengen saya lakukan. Butuh banyak uang. Boleh minta kerjaan? Tuhan pun ngasih kerjaan. . . Orang sukses: Alhamdulillah, ada kerjaan. Kerja kerja kerja! Selesai. Me: Alhamdulillah, ada kerjaan. Tapi, nanti aja deh. Lagi mager. Besoknya. DL masih lama. Ntar aja. Besoknya lagi. Ntar aja pas mepet DL. Pas udah DL. Ya ampun, gimana nih? Ak kudu mulai dari mana? *** Kaya gitu kok suka ngeluh hidup "cuma gitu-gitu aja". Flat. Monoton. Ya emang kamunya (kamu, We) ga ada aksi. Ga mau berubah. Udah gitu masih bisa senyam-senyum pula. Gila!