Langsung ke konten utama

Sejatinya, Manusia Itu Berwajah Banyak

 



Gara-gara sosmed saya jadi punya banyak ‘sisi’


Kadang jadi si sok paling bener

Kadang jadi pembela orang yg ga dikenal

Kadang marah-marah ga jelas gegara baca berita

Kadang jadi orang dungu gegara hal baru

Kadang jadi sok aktivis gegara isu berbau ketidakadilan

Kadang suka gemes sama yang hobi flexing 

Kadang suka iri sama yang upload jajan kopi tiap hari

Kadang ikutan tersinggung dan sok2an jadi SJW untuk belain (kasus) orang lain (padahal seringnya ga kenal si ‘korban’)

Kadang males riset dan termakan hoax

Kadang jadi hakim tuk semua perkara (malah nyanyi)


Ealah 🤦🏼‍♀️

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngomongin Soal Critical Thinking

  Kemarin lusa, saya ngobrol sama temen soal critical thinking yang engga diajarkan sejak dini. Kami adalah 'korban' orang tua yang menerapkan pola asuh apa-apa engga boleh. Eh, jangan main air, ntar masuk angin.  Eh, jangan main tanah, ntar kemasukan cacing. Eh, jangan ini jangan itu ... Akhirnya, karena sering dilarang-larang dan dilokne, kami jadi males buat eksplor diri. Tanya soal hal-hal baru pun, kami kena semprot. Katanya, kebanyakan tanya. Masih kecil. Hehe. Jadilah ... Kami males tanya-tanya lagi. Dilarang eksplor diri. Dilarang tanya itu ini. Ya, gitu. Akhirnya otak kreatif kami mandeg. Sampai akhirnya ... Pada usia yang engga muda lagi, kami baru berani untuk berani. Hahaha. Baru berani untuk berani. Baru berani eksplor. Nyoba ini-itu. Soalnya merasa udah 'merdeka'. Ga ngrepotin orang tua. Haha. Alhamdulillahnya sih orang tua engga suka cawe-cawe lagi. Mereka membiarkan saya buat eksplor. Melakukan apa aja yang saya mau. Memutuskan apa-apa sendiri. Jadilah d

Apa yang Terjadi dengan Mereka yang Ditinggal Mati?

Rindu. Sudah lebih dari empat puluh hari setelah bapak pergi. Rasanya ... Cuma kaya ditinggal bapak piknik. Rasanya, suatu hari nanti bapak akan kembali.  Berharap tiba-tiba bapak muncul di depan pintu. Suara motor smash-nya kedengeran dari jauh seperti biasa. Lalu motor diparkir di depan pintu. Bapak pun masuk, dengan senyum ramahnya. Bapak, bapak nggak kangen akukah? .... Seperti ada yang hilang.  Seperti ada yang kosong. Seperti ada yang kurang. .... Lalu ... rindu tiba-tiba datang menggebu. Baik yang kurasa, maupun ibu. Bapak yang kemarin masih cerewet, yang suaranya keras, yang suka bercengkerama sama anak-anak kecil, tiba-tiba hilang begitu saja. Tak ada raganya. Tak bisa dipegang. Tak bisa bertatap muka. Apa bapak sedang menatap kami? .... Kepergian bapak membuatku menjadi berpikir kembali tentang hidup. Dulu, saat mendengar kalimat: URIP KUWI GUR MAMPIR NGOMBE (hidup itu cuma mampir minum), nggak terlalu ngeh. Tak terlalu nggagas. Pas bapak udah nggak ada: KOK HIDUP TUH KAYAK M

Benarkah Kita Hidup Hanya Mencari Bahagia?

  20 Januari 2023 lalu, desa saya berduka. Karena salah satu perangkat desa saya wafat karena laka air. Sebagian orang berpikir: 1. Mesakne meninggal merga tenggelam 2. Mesakne bojone urip dewean 3. Mesakne urung tua kok wes dipundut Dan segala bentuk keprihatinan yang lain. Wajar. Namun, ada satu hal yang orang lupakan. Bahwa meninggal itu pasti. Hanya saja kita tidak tahu dengan cara apa dan di mana. Alm. Pak Broto (menurut saya) meninggal dalam keadaan indah. Memang, kematian selalu menyisakan luka bagi mereka yang ditinggal. Tapi, saya menggarisbawahi bahwa beliau meninggal dengan cara yang indah. Pagi-pagi beliau sudah membantu istrinya jualan. Kemudian beliau berangkat ke sawah (dalam rangka mencari nafkah). Qodarullah, terpeleset ketika mengatur saluran irigasi untuk pengairan sawah. Meninggal pada hari Jumat pula. Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang mati syahid ada lima macam, yaitu orang yang kena tha'un (wabah), orang yang mati kar